Workaholic: Pengertian, Dampak, Ciri-ciri, dan Perbedaannya dengan Pekerja Keras

.

Isi Artikel

Bagikan Artikel Ini :

workaholic
Isi Artikel

Di dunia ini ada banyak tipe orang dalam bekerja. Ada yang bekerja dengan santai, bekerja layaknya pion, bekerja dengan semangat, hingga ada yang bekerja dengan berlebihan dan disebut workaholic alias pecandu kerja. Apakah kalian termasuk seorang workaholic tersebut?

Banyak orang yang salah kaprah akan istilah workaholic ini. Mereka sering menyamakan workaholic dengan pekerja keras. Padahal keduanya jelas memiliki perbedaan. Satu lebih bermakna positif, sedangkan yang lainnya menjurus pada sesuatu yang negatif.

Lantas seperti apa sebenarnya perbedaan workaholic dan pekerja keras? Berdasarkan cirinya, termasuk yang manakah kalian?

Simak artikel berikut ini!

 

 

Pengertian Workaholic 

Bekerja secara terus menerus hingga mengabaikan hak tubuh untuk istirahat justru menunjukkan suatu gejala yang dikenal dengan istilah Workaholic.

Dalam artikel di Harvard Business Review mengungkapkan bahwa workaholic memiliki dorongan kompulsif batin untuk bekerja, berpikir tentang bekerja terus menerus, serta merasa bersalah dan gelisah ketika tidak bekerja.

Efeknya, penelitian menunjukkan bahwa workaholism lebih cenderung mengalami keluhan kesehatan, meningkatkan risiko sindrom metabolik, masalah tidur, masalah sinisme, emosional, hingga depresi.

Workaholic bisa dikatakan sindrom bagi seseorang yang kecanduan kerja. Ambisiusnya dalam bekerja sudah melebihi batas wajar di mana mereka akan merasa bersalah dan gelisah jika tidak bekerja.

Kontrol dirinya akan waktu bekerja dan waktu beristirahat sudah tidak dimiliki lagi sehingga bisa berdampak ke masalah kesehatan, baik secara mental maupun fisik.

 

Dampak Buruk Workaholic 

Sebagai suatu perilaku ‘kecanduan’, maka workaholic tentu lebih bermakna negatif. Akibatnya, ada banyak dampak buruk yang ditimbulkan dari perilaku ini.

Berikut di antaranya:

 

1. Gangguan Kesehatan Fisik

Dampak buruk utama yang sering dialami seorang workaholic (workaholism) adalah masalah gangguan kesehatan. Tubuh baik fisik maupun pikiran yang diforsir untuk terus bekerja tentu akan membuat kesehatan menurun.

Dalam artikel yang ditulis oleh Lieke ten dan Nancy P. Rothbard tersebut dinyatakan bahwa mereka yang mengalami workaholic lebih cenderung mengeluhkan masalah kesehatan fisik seperti sindrom metabolik, sulit tidur, diabetes, penyakit kardiovaskular, dan lain sebagainya.

 

2. Gangguan Kesehatan Mental

Selain masalah kesehatan fisik, masalah kesehatan mental juga menjadi ancaman bagi workaholic. Beberapa masalah yang lumrah dijumpai adalah depresi, kesehatan psiko-somatik, kelelahan emosional, perasaan sinisme, hingga bisa menyebabkan masalah kesehatan OCD (Obsessive Compulsive Disorder).

OCD merupakan gangguan psikologis yang mempengaruhi pikiran dan perilaku penderitanya. Pengidap penyakit ini akan merasa takut dan khawatir tanpa alasan jelas dan terobesesi akan sesuatu secara berlebihan.

Perilaku kompulsif ini contohnya adalah sering terbangun berkali-kali saat tidur malam untuk memastikan pintu rumah sudah terkunci, mencuci tangan berkali-kali karena takut kotor, menyusun pakaian secara berurutan untuk mengurangi rasa cemas, dan lain sebagainya.

 

3. Tidak Memiliki Kepekaan Sosial

Salah satu ciri seorang workaholic adalah melupakan masalah-masalah lain di luar pekerjaan termasuk untuk berinteraksi sosial.

Meskipun bekerja di kantor, mereka akan fokus pada pekerjaannya saja dan membuatnya seolah anti-sosial (meskipun keduanya berbeda).

Tidak hanya di kantor, karena begitu candu pada pekerjaan mereka juga kerap bekerja lembur sehingga interaksi sosial dengan pergaulan sekitar rumah juga menjadi sangat jarang.

Pada akhirnya seorang workaholic akan mengalami gangguan pada kepekaan sosial.

 

4. Terasingkan dari Keluarga

Berkaitan dengan poin nomor 2, ketidakpekaan seorang workaholic pada lingkungan sekitarnya juga akan dirasakan oleh keluarganya sendiri. Ketidakhadiran interaksi dengan keluarga membuat anggota keluarga akan merasa kehilangan orang bersangkutan.

Pada akhirnya, pengasingan dari keluargalah yang akan diterima. Hal ini tentu sangat berbahaya karena bagaimana pun kehadiran dan kepedulian keluarga mengambil peranan penting untuk banyak hal di dalam hidup.

 

5. Perilaku Boros

Jangan anggap bahwa workaholic bisa lebih hemat atau mendapatkan uang lebih. Perilaku workaholic bukanlah soal etos dan semangat kerja di mana semakin banyak bekerja, semakin banyak uang yang didapat.

Mereka yang mengalami workaholic bekerja hanya untuk kepuasan pribadinya, bukan untuk target atau tujuan tertentu seperti uang lembur atau kenaikan pangkat.

Oleh karena itulah, perilaku workaholic justru bisa membuat seseorang menjadi lebih boros. Kecanduannya pada bekerja membuatnya tidak mau menghabiskan waktu untuk memasak makanan sendiri atau membeli di kantin kantor.

Alhasil, mereka lebih condong untuk delivery makanan dan menkonsumsi makanan cepat saji. Di lain sisi, dampak bagi kesehatan juga bisa menjadi alasan mereka mengeluarkan uang lebih untuk kedokter dan membeli obat atau suplemen penambah stamina.

 

6. Ancaman Produktivitas

Workaholic tidak menjamin produktivitas kerja. Perilaku ini justru bisa menimbulkan turunnya produktivitas. Hal ini karena kebugaran fisik akan sangat berpengaruh kepada daya kerja, inovasi, ketangkasan, dan kreasi sesorang.

Jika seorang workaholic terlihat bekerja dengan semangat pada satu hari, maka hal itu tak menjamin produktivitasnya karena disadari atau tidak, kemampuan dirinya justru tengah menurun.

 

7. Perfeksionis yang Membahayakan

Seorang workaholic memang cenderung bersifat perfeksionis. Tetapi sayangnya sifat perfeksionis ini bukan menjadi hal yang baik sebagaimana mestinya melainkan menjadi membahayakan. Perfeksionisnya seorang workholic bisa jadi tidak rasional.

Mereka juga akan merasa gelisah terus menerus ketika pekerjaannya tidak seperti yang diinginkan. Dampak ini kembali lagi akan berpengaruh pada kesehatan baik fisik maupun mental.

 

Ciri-ciri Workaholic

Orang workaholic bisa jadi tidak sadar dengan keadaan dirinya karena tidak memiliki waktu untuk memperhatikan hal lain selain pekerjaannya.

Namun, Anda bisa mengetahuinya melalui beberapa tanda berikut ini:

  • Pekerjaan menjadi prioritas utama,
  • Sibuk tapi tidak produktif,
  • Tertekan apabila tidak bekerja karena merasa bersalah,
  • Menjadikan pekerjaan sebagai pelarian dari masalah,
  • Tidak memiliki waktu untuk kehidupan pribadi,
  • Penurupan kesehatan sehingga mudah sakit,
  • Tidak menyadari kondisi diri sendiri dan mengabaikan nasehat orang lain.

 

Perbedaan Workaholic dengan Pekerja Keras

Workaholic dan sifat pekerja keras sekilas terlihat mirip. Meskipun begitu, terdapat perbedaan yang harus diperhatikan diantara keduanya agar terhindar dari hal yang tidak diinginkan saat bekerja.

Perbedaannya adalah sebagai berikut.

 

1. Perilaku Kerja

Hal utama pembeda workaholic dan pekerja kerasa adalah pemaknaan akan bekerja yang mendorong perilaku dalam bekerja itu sendiri.

Seorang workaholic atau workaholism lebih mengarah kepada perilaku negatif akan bekerja. Sebagai mana arti harfiahnya, workaholic adalah pecandu kerja yang berarti bekerja sudah menjadi candu baginya. Seorang yang kecanduan artinya ia sudah tidak bisa lagi mengontrol dirinya sendiri.

Sedangkan pekerja keras lebih kepada perilaku positif akan etos kerja yang tinggi. Pekerja keras bekerja secara serius untuk menghasilkan kualitas sebaik mungkin dengan tetap mengontrol diri, kapan bekerja dan kapan beristirahat.

Pada akhirnya, perilaku pekerja keras tidak begitu berdampak pada kesehatan dirinya. Sebagaimana dalam artikel yang sama dari Harvard Business Review, penelitian menunjukkan bahwa seorang pekerja keras yang bekerja berjam-jam tetapi tdak mengalami masalah akan kesehatan, mereka bisa tidur pulas dan di pagi hari tetap merasa segar.

Jadi, apakah kalian termasuk yang selalu gelisah ketika tidak bekerja atau bisa memisahkan urusan kerja dan luar kerja?

 

2. Efektifitas dan Efisiensi

Secara kualitas kerja, workaholic ataupun pekerja kerasa mungkin sama baiknya, tetapi akan sangat berbeda dalam kemampuannya dalam melakukan efektifitas kerja dan efisiensi waktu.

Jika ada tugas yang harus diselesaikan satu minggu, seorang workaholic mungkin akan menghabiskan 15 jam perhari untuk menyelesaikannya. Tetapi bagi pekerja keras, mereka bisa saja menyelesaikannya hanya dengan bekerja normal 8 jam seharinya.

Dengan kualitas hasil kerja yang sama, dapat jelas terlihat bahwa pekerja keras bisa mengoptimalkan apa yang dia miliki. Efektifitas kerja dan efisiensi waktu jelas lebih unggul seorang pekerja keras.

 

Baca Juga:   7 Bahaya Jika Tidak Memperhatikan Work Life Balance

 

3. Motivasi

Setiap apa yang dilakukan tentu memiliki motivasinya sendiri, begitupun dalam bekerja.

Bagi seorang workaholic, bekerja cenderung hanya untuk kepuasan pribadi yang bahkan tak sadar dilakukannya. Mereka bekerja terlalu ambisius dan tidak peduli apakah pekerjaannya itu bisa memperbaiki karirnya atau tidak.

Berbeda dengan pekerja keras, mereka bekerja karena alasan tertentu. Oleh karena memiliki alasan jelas, mereka bisa membatasi diri.

Ketika motivasi sudah tercapai, mereka bisa berhenti akan satu pekerjaan tersebut dan memulai untuk pekerjaan baru dengan motivasinya sendiri. Bisa juga dikatakan, seorang pekerja keras lebih realistis dalam menentukan motivasinya.

 

4. Sosialisasi

Tak berkaitan dengan sifat intovert atau ekstrovert, kemampuan bersosialisasi yang dimaksudkan adalah kearifan dalam membagi waktu kapan bekerja dan kapan berinteraksi dengan teman atau keluarga.

Bagi workaholic, hidupnya adalah bekerja dan tidak ada hal lain yang lebih penting dari itu. Jadilah seorang workaholic hampir tidak pernah bersosialisasi dengan orang-orang di sekitarnya.

Tentu berbeda dengan seorang pekerja keras. Mereka bisa begitu fokus mengerjakan tugas, tetapi tetap bisa meluangkan waktu untuk bersosialisasi dengan teman dan keluarga.

Hal ini kembali berkaitan dengan kemampuannya mengelola waktu sehingga pekerjaan bisa dikerjakan sesuai porsinya.

 

Baca Juga:  Tantangan Bagi Kepribadian Social Butterfly

 

5. Perfeksionis

Pernahkah terpikir siapa yang lebih perfeksionis antara workaholic dan pekerja keras? Ya, tentu saja workaholic bisa jauh lebih perfeksionis karena hidupnya didedikasikan untuk bekerja. Karakternya yang terlalu ambisius dan tak mau salah dalam mengerjakan tugas, menjadikan pekerjaannya begitu detail.

Tetapi hal ini tidak berarti seorang pekerja keras tidak bisa perfeksionis. Mereka tetap bisa berkarakter perfeksionis namun dalam kondisi yang lebih realistis. Pekerja keras menyadari betul akan tanggung jawabnya tetapi juga memahami kondisi dirinya sendiri.

 

Cara Mengatasi Kebiasaan Workaholic

Workaholic bisa bersifat candu bagi pribadi yang memiliki kebiasaan tersebut sehingga tidak mudah untuk menghilangkannya. Namun, Anda bisa mencoba cara-cara sederhana berikut untuk mengatasinya.

 

  1. Menetapkan Boundaries

Boundaries atau batasan adalah beberapa prinsip yang dimiliki oleh seorang individual untuk memisahkan diri dari hal-hal diluar dari diri sendiri.

Hal ini dapat dilakukan untuk menetapkan jumlah jam kerja yang dapat meningkatkan produktivitas dan jam istirahat untuk memulihkan badan agar siap untuk kembali bekerja.

Anda juga bisa memulai untuk berfokus kepada pekerjaan yang memang hanya tanggung jawab Anda, sehingga tidak perlu mengerjakan pekerjaan yang diluar tanggung jawab.

 

  1. Tidak Menyalahkan Diri Sendiri

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, orang workaholic biasanya merasa bersalah apabila tidak bekerja. Perlu adanya pemahaman bahwa beristirahat bukanlah hal yang salah dan normal untuk dilakukan oleh setiap orang untuk mengumpulkan energi agar bisa tetap produktif dalam melakukan aktivitas lainnya.

Perlu diingat bahwa perasaan bersalah tersebut akan berlalu seiring berjalannya waktu karena perasaan tersebut bersifat sementara.

 

  1. Mencoba Aktivitas Lain Selain Bekerja

Anda tidak hidup untuk bekerja, melainan bekerja untuk hidup. Dengan kata lain, bekerja bersifat menunjang agar Anda bisa menjalani kehidupan yang Anda miliki.

Untuk itu, perlu untuk menjalani aktivitas lain diluar pekerjaan. Misalnya seperti mencoba hobi yang mungkin belum pernah dilakukan untuk pertama kalinya. Atau bisa juga dengan memanfaatkan waktu untuk berlibur.

Dengan melakukan hal-hal tersebut, bisa memotivasi Anda untuk bekerja dengan lebih sehat dan mengembalikan produktivitas.

 

Itu dia penjelasan dari perilaku workaholic serta cara mengatasinya. Semoga bermanfaat untuk Anda.

Terima kasih telah membaca sampai habis!

Tentang Penulis

Picture of Admin LinovHR
Admin LinovHR

Akun Admin dikelola oleh tim digital sebagai representasi LinovHR dalam menyajikan artikel berkualitas terkait human resource maupun dunia kerja.

Bagikan Artikel Ini :

Related Articles

Tentang Penulis

Picture of Admin LinovHR
Admin LinovHR

Akun Admin dikelola oleh tim digital sebagai representasi LinovHR dalam menyajikan artikel berkualitas terkait human resource maupun dunia kerja.

Artikel Terbaru