Rancangan UU Omnibus Law Cipta Kerja secara resmi disahkan oleh DPR menjadi Undang-Undang (UU) dalam rapat paripurna yang berlangsung pada Senin, 5 Oktober 2020.
RUU ini diusulkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan merupakan bagian dari RUU Prioritas Tahun 2020 dalam Program Legislasi Nasional.
Omnibus Law merupakan undang-undang baru yang dibuat untuk menggantikan berbagai peraturan sebelumnya. Perbedaannya dengan undang-undang biasa adalah undang-undang non-omnibus hanya mengatur satu hal dalam satu undang-undang, sementara Omnibus Law mencakup banyak hal sekaligus dalam satu undang-undang.
Lantas, apa yang sebenarnya tercantum dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja, sehingga menimbulkan kekhawatiran para pekerja di Indonesia?
LinovHR kali ini akan membahas secara lengkap apa yang dimaksud dengan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law ini, dan dampaknya bagi tenaga kerja di Indonesia.
Apa itu Omnibus Law?
Omnibus Law adalah suatu undang-undang yang menyatukan berbagai peraturan perundang-undangan ke dalam satu undang-undang baru. Istilah ini berasal dari bahasa Latin, yaitu “omnis,” yang berarti “untuk semua” atau “banyak.”
Salah satu regulasi yang termasuk dalam Omnibus Law adalah UU Cipta Kerja. Dalam kerangka omnibus law ini, terdapat tiga aturan yang dicantumkan, yang tidak hanya mencakup Ciptaker tetapi juga regulasi mengenai Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian, serta Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
Namun, dari ketiga aturan tersebut, UU Cipta Kerja menjadi yang paling banyak diperbincangkan oleh publik. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pasal-pasal kontroversial dalam UU Ciptaker yang dianggap merugikan buruh dan lebih mengutamakan kepentingan investor.
Dengan demikian, UU Omnibus Law Cipta Kerja dapat diartikan sebagai undang-undang baru yang mengintegrasikan berbagai regulasi dan menyederhanakan beberapa pasal dari undang-undang sebelumnya, termasuk yang terkait dengan ketenagakerjaan.
Baca Juga: Perppu Cipta Kerja telah Disahkan, Apa Saja Poin-Poinnya?
Isi UU Omnibus Law Cipta Kerja Terbaru
Konsep Omnibus Law yang diperkenalkan oleh Presiden Jokowi berfokus pada perbaikan sektor ekonomi melalui reformasi kebijakan.
Menurut berita dari Kompas.com pada 21 Januari 2020, pemerintah mengajukan dua RUU Omnibus Law, yaitu Cipta Kerja dan Perpajakan. RUU Cipta Kerja mencakup 11 klaster yang menjadi fokus pembahasan, yaitu:
- Penyederhanaan perizinan tanah
- Persyaratan investasi
- Ketenagakerjaan
- Kemudahan dan perlindungan UMKM
- Kemudahan berusaha
- Dukungan riset dan inovasi
- Administrasi pemerintahan
- Pengenaan sanksi
- Pengendalian lahan
- Kemudahan proyek pemerintah
- Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Sementara itu, UU Omnibus Law Cipta Kerja yang disahkan pada 6 Oktober 2020 terdiri dari 15 bab dan 174 pasal. Undang-undang ini mengatur berbagai aspek, mulai dari ketenagakerjaan hingga perlindungan lingkungan.
Untuk informasi lebih lanjut, Anda dapat mengunduh isi lengkap RUU Cipta Kerja melalui tautan berikut:
- RUU Cipta Kerja (Baleg DPR PDF)
- RUU Cipta Kerja (Google Drive PDF)
- Surat Presiden Jokowi untuk pengajuan RUU Cipta Kerja (PDF)
- Daftar Inventarisasi Masalah atau DIM (PDF I)
- Daftar Inventarisasi Masalah atau DIM (PDF II)
Poin-Poin UU Omnibus Law Cipta Kerja Terbaru 2024
Berikut adalah poin-poin utama perubahan dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja jika dibandingkan dengan UU Ketenagakerjaan 13/2003 terkait ketenagakerjaan:
Jam Kerja dan Hari Libur
- Jam Kerja Lembur: UU Cipta Kerja mengatur lembur maksimum 4 jam per hari dan 18 jam per minggu, sedangkan UU sebelumnya membatasi lembur 3 jam per hari dan 14 jam per minggu.
- Hari Libur Mingguan: Libur mingguan dalam UU Cipta Kerja adalah 1 hari untuk 6 hari kerja, sementara UU sebelumnya memberikan pilihan 1 hari untuk 6 hari kerja atau 2 hari untuk 5 hari kerja.
- Istirahat Panjang: Hak istirahat panjang selama 2 bulan setelah 6 tahun bekerja secara berturut-turut kini tidak lagi wajib, menjadi kewenangan perusahaan.
- Cuti Haid: Tidak disebutkan lagi hak cuti haid bagi pekerja perempuan pada hari pertama dan kedua haid, yang sebelumnya diatur dalam UU 13/2003.
- Cuti Hamil dan Melahirkan: Belum ada kejelasan mengenai cuti hamil dan melahirkan, yang sebelumnya dijamin dalam Pasal 82 UU 13/2003.
- Hak Menyusui: Tidak ada lagi ketentuan mengenai hak menyusui selama waktu kerja, yang sebelumnya tercantum dalam Pasal 83 UU 13/2003.
Status Pekerja/Karyawan
PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu): UU Cipta Kerja menghapus ketentuan mengenai batasan maksimal kontrak 3 tahun, sehingga kontrak tanpa batas menjadi mungkin. UU 13/2003 sebelumnya mengatur kontrak maksimal 2 tahun dan dapat diperpanjang 1 tahun.
Upah
- Upah Minimum: Dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja, Hanya Upah Minimum Provinsi (UMP) yang berlaku. Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) tidak lagi digunakan.
- Rumus Upah Minimum: Rumus perhitungan upah minimum dalam UU Cipta Kerja tidak lagi memperhitungkan inflasi, tetapi menggunakan pertumbuhan ekonomi daerah. Berbeda dengan UU 13/2003 yang menggunakan inflasi dan pertumbuhan PDB.
- Bonus: UU Omnibus Law Cipta Kerja mengatur mengenai pemberian bonus atau bentuk penghargaan lainnya bagi pekerja berdasarkan masa kerja mereka. Sementara itu, dalam UU Ketenagakerjaan sebelumnya, aturan terkait pemberian bonus ini tidak diatur.
- Upah UMKM: Pengusaha mikro dan kecil tidak wajib memberikan upah minimum. Upah disepakati antara pengusaha dan pekerja.
Pesangon
Penghapusan Beberapa Hak Pesangon: UU Cipta Kerja tidak memberikan pesangon dalam situasi tertentu, seperti PHK karena surat peringatan, perubahan kepemilikan perusahaan, perusahaan merugi, atau pekerja pensiun. Hal ini berbeda dari UU 13/2003 yang mengatur pesangon dalam kondisi tersebut.
Jaminan Sosial
- Jaminan Pensiun: Tidak ada sanksi pidana bagi perusahaan yang tidak memberikan jaminan pensiun, berbeda dengan UU sebelumnya yang mengancam hukuman penjara dan denda.
- Jaminan Kehilangan Pekerjaan: UU Cipta Kerja memperkenalkan jaminan sosial baru, yaitu Jaminan Kehilangan Pekerjaan, yang sebelumnya tidak ada dalam UU 13/2003.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Penambahan Alasan PHK: Selain 9 alasan PHK yang ada dalam UU 13/2003, UU Cipta Kerja menambahkan 5 alasan baru, termasuk efisiensi perusahaan, penggabungan perusahaan, dan pekerja yang sakit berkepanjangan.
Demikian rangkuman poin-poin penting perubahan dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja dibandingkan dengan UU Ketenagakerjaan 13/2003.
Baca Juga: Cara Menghitung Uang Kompensasi PKWT Berdasarkan Aturan
Kesimpulan
UU Cipta Kerja merupakan produk hukum yang menuai kontroversi. Apabila ditelusuri lebih mendalam, pekerja dapat menentukan nasibnya dalam suatu perusahaan sejak disepakatinya Perjanjian Kerja Bersama ketika tahap awal perekrutan.
Untuk itulah pihak HRD pun harus memahami dengan benar bagaimana intisari dan implementasinya agar tidak merugikan pihak pekerja maupun perusahaan.
Walau bagaimanapun juga UU No. 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja ini dibuat demi memajukan ekonomi indonesia menjadi lebih baik lagi.
Solusi Penerapan UU Cipta Kerja Efisien Bersama LinovHR
Peraturan baru memaksa HRD perusahaan bekerja cepat untuk beradaptasi dan mengimplementasi atas perubahan peraturan tersebut.
Namun, saat ini dengan Software HRIS LinovHR, pengelolaan penggajian, pajak penghasilan, hingga monitoring kinerja karyawan, lebih mudah.
Penggajian menggunakan aplikasi payroll LinovHR lebih efektif dan sistematis. Gaji karyawan dihitung secara otomatis dengan hasil yang akurat sehingga, HR tidak lagi menghabiskan waktu berhari-hari untuk menghitung gaji karyawan.
Yuk, tunggu apalagi? Gunakan LinovHR sekarang untuk efisiensi kerja HR!