Studi meta-analisis menunjukkan tingkat keterlibatan karyawan yang tinggi dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan, kinerja, dan retensi.
Misalnya, unit usaha yang baik keterlibatan karyawannya cenderung memperlihatkan kinerja yang lebih baik.
Organisasi dengan karyawan yang antusiasnya tinggi cenderung memiliki kualitas dan peringkat pelayananan pelanggan lebih baik.
Simak selengkapnya untuk ketahui apa saja yang menjadi sisi gelap keterlibatan karyawan di artikel berikut ini!
Sisi Gelap Keterlibatan Karyawan
Namun, keterlibatan tidak selalu menambahkan suatu nilai yang cukup memuaskan.
Tergambar pada korelasi antara keterlibatan dan hasil kinerja yang masih jauh dari sempurna, hal ini berarti banyak individu yang terlibat dalam tim tidak memberikan hasil sesuai harapan para pemimpinnya.
Beberapa pemimpin menemukan bahwa tim terbaik mereka justru tidak jarang berada di antara orang-orang yang kurang puas.
Baca juga:Â Aspek Penting dalam Pengukuran Kinerja Karyawan
Bagaimana Ini Bisa Terjadi?
Penjelasannya ialah bahwa ketika keterlibatan merupakan faktor penentu penting dari kinerja, namun kinerja juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Terkadang faktor-faktor lain tersebut lebih penting dari keterlibatan itu sendiri.
Sebagai contoh, sebuah penelitian terbaru oleh Google menemukan bahwa faktor penting penentu efektifnya kinerja tim ialah budaya terbuka, tujuan yang jelas, dan motivasi yang kuat untuk mencapai tujuan.
Studi ilmiah juga menunjukkan bahwa penilaian dari pemimpin dan kemampuan membuat keputusan dapat mempengaruhi kinerja tim dan organisasi.
Keterlibatan Karyawan Menjadi Bumerang
Keterlibatan karyawan juga dapat menjadi bumerang jika keterlibatan itu sendiri dianggap faktor penentu hingga pada titik ekstrem yang berakibat menghambat pencapaian kinerja yang lebih baik.
Ketika karyawan terlalu fokus pada kebersamaan, mereka menjadi tidak terlalu peduli bagaimana untuk menjadi yang terdepan, dan seperti efek “terlalu banyak hal baik” menunjukkan atribut psikologis bermasalah pada tingkat yang sangat tinggi.
Misalnya, ambisi diasumsikan keserakahan, harga diri diasumsikan narsisme, dan kreativitas berubah menjadi eksentrisitas yang aneh.
4 Potensi Ancaman Keterlibatan Karyawan
1. Merangkul status quo
Bagi kebanyakan perusahaan, budaya kompetitif terus berjalan tanpa henti. Untuk menjadi berhasil, mereka perlu terus-menerus beradaptasi.
Meskipun banyak studi menunjukkan bahwa orang dengan pola pikir yang positif cenderung memiliki lebih banyak ide, kebanyakan pemimpin menemukan bahwa inovasi nyata dan perubahan membutuhkan rasa kegelisahan dan ketidakpuasan dengan yang sudah ada untuk mendorong orang maju.
Ketika bicara keterlibatan, kemungkinan besar para pekerja bangga dan termotivasi untuk menolak cara-cara baru dalam melakukan sesuatu karena perubahan tampaknya berlawanan dengan intuisi, atau bahkan sesat bagi mereka.
Sejalan dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang optimis dengan kinerja mereka malah berhenti mencoba mendapatkan yang lebih baik.
Sedangkan orang-orang frustrasi dan tidak puas cenderung untuk menemukan terobosan kreatif ketika terdapat insentif dan didukung dengan cara yang benar.
Itulah bahayanya dari keterlibatan karyawan, pekerja menjadi terlalu puas atau sombong dan tidak melakukan introspeksi.
2. Mendorong Karyawan ke Titik Akhir
Ketika didorong, sangat mudah bagi karyawan yang terlibat menjadi begitu terlibat dalam pekerjaannya hingga mereka tidak lagi memikirkan hal penting lain dari kehidupan mereka.
Studi telah menemukan bahwa pekerja yang sangat terlibat cenderung menderita gangguan kerja/keluarga lebih sering, dan orang yang gagal mengorganisir waktu akan berdampak buruk pada kesehatan mereka sendiri.
Bahkan jika perusahaan ingin karyawan menjadi workaholic, hal ini tentu berdampak buruk pada kesejahteraan jangka panjang karyawan – dan bahkan kesehatan jangka panjang perusahaan sendiri.
Baca juga:Â Workaholic: Pengertian, Dampak, Ciri-ciri, dan Perbedaannya dengan Pekerja Keras
3. Memberikan Batasan Tidak Adil pada Tipe Kepribadian Tertentu
Meskipun beberapa orang mengakui hal ini, keterlibatan tidak hanya didorong oleh faktor-faktor situasional, tetapi juga hasil dari kepribadian individu.
Penelitian sendiri menunjukkan bahwa karyawan yang secara alami lebih optimis, positif, emosional stabil, menyenangkan, dan extraverted, cenderung lebih terlibat – terlepas dari keadaan.
Mempekerjakan orang yang senang secara alami untuk meningkatkan keterlibatan tidak meningkatan produktivitas atau kinerja; hal ini tidak adil karena tidak mempekerjakan orang-orang yang lebih pesimistis, introvert, menuntut, atau murung.
4. Tidak Melihat Manfaat dari Berpikir Negatif
Meskipun benar bahwa pola pikir positif membawa keterbukaan dan kreativitas, serta banyak orang-orang seperti itu dapat membawa fokus dan perhatian.
Orang yang dihadapkan tingkat stres cenderung menjadi sangat fokus dan target-driven yang dapat membantu untuk mendorong hasil kinerja yang positif.
Dengan demikian, penelitian telah menemukan bahwa orang yang mengalami suasana hati yang negatif sering lebih gigih daripada mereka yang berada di pola pikir yang lebih positif.
Ketika filosofi meningkatkan keterlibatan dan karyawan moral di banyak perusahaan mendominasi, kita harus berhati-hati untuk tidak mengabaikan manfaat dari berpikir negatif.
Misalnya, orang-orang pesimis defensif sering melakukan pekerjaan lebih baik karena mereka mempersiapkan lebih banyak rencana dan berusaha lebih keras; dan mereka yang sering mempertanyakan kemampuan dirinya cenderung lebih termotivasi untuk mencapai tujuan mereka.
Baca juga:Â 10 Cara Menjaga Profesionalisme di Lingkungan Kerja
Penutup
Singkatnya, kita perlu mengambil pandangan yang lebih seimbang dari keterlibatan karyawan.
Manajer harus berpikir tentang cara membuat cukup ketegangan di antara pekerja mereka dalam rangka memicu persaingan yang sehat dan motivasi intrinsik.
Sebuah pendekatan “one fit for all” keterlibatan karyawan tidak realistis, dan pemahaman umum dari keterlibatan sebagai “kebahagiaan” terlalu sederhana.