PPh 23 adalah salah satu pajak selain PPh 21 yang diterapkan atas penghasilan yang didapatkan suatu perorangan atau instansi.
Pajak penghasilan ini penting untuk dipahami. Terlebih bagi para pihak instansi yang sering melakukan transaksi dengan pihak lain.
Artikel LinovHR berikut akan menjelaskan secara lengkap mengenai PPh Pasal 23. Simak selengkapnya.
Apa yang dimaksud PPh 23?
Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) adalah pajak yang dikenakan atau dipotong pada penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, hadiah atau penghargaan, selain yang telah dikenakan PPh Pasal 21.
PPh 23 umumnya dapat terjadi pada saat adanya transaksi antara pihak pemberi penghasilan (penerima atau pembeli jasa) dengan pihak penerima penghasilan (penjual atau pemberi jasa). Pihak pemberi penghasilan akan memotong dan melaporkan PPh 23 ke kantor pajak.Â
Pemerintah Indonesia telah menambahkan 62 jenis jasa pada Pajak Penghasilan Pasal 23 seperti yang tercantum pada PMK No.141/PMK.03/2015. Kemudian, siapa saja yang berhak memotong dan dikenakan PPh Pasal 23 tersebut?Â
Baca Juga: Regulasi Pph 23 atas jasa penyedia tenaga kerja
Pihak Pemotong PPh Pasal 23
Untuk memotong penghasilan, tidak semua orang dapat melakukannya. Hanya pihak-pihak tertentu yang memiliki hak mengenakan atau memotong PPh 23. Berikut daftar pihak pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23:
- Badan pemerintah;
- Subjek pajak badan dalam negeri;
- Penyelenggara kegiatan;
- Bentuk Usaha Tetap (BUT);
- Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
- Wajib pajak pribadi dalam negeri tertentu dan ditunjuk oleh Dirjen Pajak sesuai dengan KEP-50/PJ/1994
Pihak yang Dikenakan PPh 23
Selain itu, terdapat pihak pemotong ada juga pihak yang dikenakan. Berikut pihak yang dipungut atau dikenakan PPh 23 yaitu:
- Wajib pajak dalam negeri;
- Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Dari rincian daftar diatas dapat diketahui siapa yang berhak memotong atau dan pihak yang dikenakan PPh Pasal 23. Lantas, objek penghasilan seperti apa yang dikenakan PPh 23?
Tarif dan Objek Pajak Penghasilan Pasal 23
PPh 23 juga dikenakan tarif tertentu yang didasarkan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan.
Terdapat 2 macam tarif yang dikenakan yaitu 15% dan 2%, yang dimana tergantung dengan objek PPh 23. Merinci lebih lanjut, inilah daftar tarif dan objek PPh Pasal 23:
-
Tarif 15% dari jumlah bruto atas:
- Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
- Bunga yang tergolong premium, diskonto, serta imbalan jaminan pengembalian utang.
- Royalti.
- Hadiah, bonus, penghargaan, dan lainnya selain yang sudah dipotong PPh Pasal 21.
-
Tarif 2% dari jumlah bruto atas:
- Sewa dan penghasilan lain yang berhubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah atau bangunan. Sementara penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai PPh Pasal 4 ayat 2.
- Imbalan yang berhubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan selain yang telah dipotong oleh PPh Pasal 21.
- Imbalan jasa lainnya seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan No 141/PMK.03/2015 dan mulai berlaku diefektifkan sejak tanggal 24 Agustus 2015.
Baca Juga: Apa Bedanya Pajak dan Retribusi?Â
Apabila pihak penerima penghasilan tidak mempunyai NPWP, maka tarif pajak yang dikenakan lebih tinggi 100% dibandingkan tarif pajak yang berlaku. Selain tarif dan objek diatas, terdapat beberapa penghasilan yang masuk dalam objek PPh Pasal 23, yakni:
- Gaji dan upah, honorarium, tunjangan serta pembayaran lain atas kompensasi terhadap pekerjaan yang dilakukan. Â
- Pembayaran atas pembelian barang atau material yang dibuktikan dengan adanya faktur pembelian.Â
- Pembayaran untuk pihak kedua atau perantara, yang selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga.
- Pembayaran penggantian biaya (reimbursement).
Lantas, Bagaimana Cara Menghitung PPh Pasal 23?
Setelah mengetahui pengertian, tarif, dan objek yang dikenakan PPh 23. Perlu diketahui pula cara menghitung PPh Pasal 23, simak contoh kasus dibawah ini!Â
PT Media Putra Mandiri merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri pembuatan film. Media Putra Mandiri melakukan sejumlah pembayaran yang sehubungan PPh Pasal 23 kepada sejumlah pihak, yaitu:
1. Pembayaran terhadap royalti tiga orang sutradara
- Chairunnisa dengan NPWP 01.444.888.2.967.000 sebesar Rp. 15.000.000
- Foreza NPWP 01.888.555.2.416.000 sebesar Rp. 12.000.000,
- Riska yang belum memiliki NPWP sebesar Rp.5.000.000
Perhitungan PPh 23 nya adalah sebagai berikut:
- Chairunnisa 15% x Rp15.000.000 = Rp2.250.000
- Foreza 15% x Rp12.000.000 = Rp1.800.000
- Riska 15% x Rp7.000.000 = Rp1.050.000
- Dikarenakan Riska masih belum memiliki NPWP, maka dikenakan tambahan PPh sebesar 100% sehingga 100% x Rp1.050.000 = Rp1.050.000
- Dengan begitu, Riska dikenakan potongan sebesar Rp1.050.000 + Rp 1.050.000 = Rp2.100.000. Setelah dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 selanjutnya Sutradara akan mendapatkan hasil bukti pemotongan.
2. Pembayaran Bunga Terhadap Pinjaman BRI
Pembayaran bunga pinjaman kepada BRI dengan NPWP 03.111.222.2.451.000 untuk bulan Agustus sebesar Rp 2.500.000.
Pembayaran atas bunga pinjaman pada BRI, tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 23. Hal ini dikarenakan termasuk penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada bank dan merupakan pengecualian terhadap PPh Pasal 23.
Permudah Manajemen Perhitungan PPH Pasal 23 Bersama LinovHR
Dari penjelasan diatas, perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 23 terlihat rumit dan datanya cukup kompleks. Hal ini dikarenakan perusahaan tidak hanya menghitung pajak satu atau dua karyawan, melainkan pajak penghasilan karyawan dalam jumlah besar.
Kini, perhitungan pajak penghasilan dapat dengan mudah dilakukan dengan menggunakan bantuan software dari LinovHR. Dengan Modul Payroll, manajemen PPh 23 dapat dikelola dengan lebih baik, cepat, dan minim kesalahan.Â
Ingin informasi lebih lengkap seputar Software Payroll? Segera hubungi tim LinovHR dan konsultasikan bersama tim kami.