Anda mungkin sudah familiar dengan beberapa jenis pajak penghasilan seperti PPh 21 dan PPh 23. Bagaimana dengan PPh pasal 22? Berikut beberapa poin yang harus Anda ketahui tentang PPh Pasal 22:
Apa itu PPh Pasal 22?
PPh pasal 22 merupakan salah satu jenis pajak yang ditujukan untuk badan yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.Â
Menurut UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, PPh 22 merupakan bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang.Â
Regulasi yang Mengatur PPh Pasal 22?
Pemungutan pajak penghasilan pasal 22 diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 34 PMK.010 tahun 2017 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain.Â
Peraturan ini mengatur lebih dalam terkait ketentuan PPh pasal 22 mulai dari objek pajak, besarnya pungutan pajak, badan yang dikecualikan dari pajak sampai dengan cara pemungutan dan penyetoran pajak PPh pasal 22.Â
Baca Juga: Para Pengusaha, Pahami Regulasi Amnesti Pajak 2022!
Siapa Pemungut PPh Pasal 22?
Menurut peraturan yang mengatur tentang PPh 22, yang dimaksud pemungut PPh pasal 22 adalah:
- Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas impor barang dan ekspor komoditas yang dilakukan oleh eksportir (terkait dengan objek PPh 22)
- Bendahara pemerintah dan Kuasa PenggUna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang.
- Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP).
- KPA atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung.
- BUMN, yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
- Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya.
- Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan.
Baca Juga: Sah! Ini Isi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP)
Objek dan Tarif PPh Pasal 22
Cara menghitung pph pasal 22 melibatkan berbagai aspek. Tarif dan objek PPh pasal 22 menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 34 PMK-010 Tahun 2017 adalah sebagai berikut:Â
1. Impor dan ekspor barang.Â
Tarif pajak untuk impor adalah sebagai berikut:Â
- Menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor;
- non-API = 7,5% x nilai impor;
- yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang;
- ekspor komoditas: 1,5% x dari nilai ekspor ( tercantum dalam Pemberitahuan Pabean Ekspor).
2. Pembelian barang komoditas impor atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usaha.Â
- 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN).
3. Penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas dan pelumas. Tarif bahan bakar minyak sebesar:
- 0,25% x penjualan (bahan bakar minyak yang dibeli dari Pertamina atau anak perusahaan Pertamina)
- 0,3% x penjualan (pembelian selain dari Pertamina)
- 0,3% x penjualan (penjualan pihak selain no 1&2).Â
Bahan bakar gas dan pelumas sebesar 0,3% dari penjualan, semua tarif tidak termasuk PPN.
4. Penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi (tarif tidak final)
- Kertas = 0.1% x DPP PPN
- Semen = 0.25% x DPP PPNÂ
- Baja = 0.3% x DPP PPNÂ
- Otomotif = 0.45% x DPP PPNÂ
5. Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, tidak termasuk alat berat.Â
- 0,45% x dasar pengenaan PPN.
6. Pembelian bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur oleh badan usaha industri atau eksportir.Â
- 0,25% x harga pembelian (tidak termasuk PPN)
7. Pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan oleh industri atau badan usaha.Â
- 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN)
8. Penjualan emas batangan oleh badan usaha yang melakukan penjualan.
- 0,45% x harga jual.Â
Baca Juga: Memahami Asas Pemungutan Pajak dan Jenisnya di Indonesia
Daftar Pengecualian Pungutan dari PPh Pasal 22
Pengecualian PPh 22 diatur adalah sebagai berikut:Â
- Impor barang atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan.
- Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan PPN.
- Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali.
- Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
- Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak berkenaan dengan:
- pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak (Bendahara Pemerintah dan KPA, bendahara pengeluaran, KPA atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA), yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
- pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak (BUMN tertentu dan Bank BUMN) yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
- pembayaran untuk:pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas, benda-benda pos; pemakaian air dan listrik.
- Impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor.
- Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
- Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri yang dilakukan oleh industri otomotif, Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, yang telah dikenai pemungutan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan.
- Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor;
- Pembelian gabah serta beras oleh bendahara pemerintah dan oleh Perum BULOG.
- Pembelian bahan pangan pokok dalam rangka menjaga ketersediaan pangan dan stabilisasi harga pangan oleh Perum BULOG atau BUMN lain yang mendapatkan penugasan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Baca Juga: 5 Alasan Menggunakan Jasa Konsultan Pajak PPh 21 untuk Perusahaan
Anti Pusing Urus Pajak Karyawan dengan Payroll Service LinovHR
Jika perusahaan Anda kesulitan dalam urusan pembayaran pajak penghasilan karyawan, Payroll Service LinovHR bisa menjadi solusinya!Â
Melalui Payroll Service LinovHR, pengurusan pajak karyawan akan lebih mudah dan tentunya anti ribet. Payroll Service LinovHR memiliki lingkup bukan hanya penggajian karyawan namun mencakup pengelolaan pajak karyawan.Â
Di samping pada pengelolaan pajak karyawan, LinovHR juga akan membantu perhitungan dan pelaporan pajak karyawan serta melakukan update data juga melaksanakan proses administrasi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.Â
LinovHR menyediakan layanan konsultasi pajak yang ditangani oleh konsultan profesional yang akan membantu Anda memenuhi perpajakan sesuai dengan regulasi perpajakan di Indonesia.Â
Itulah ulasan mengenai PPh Pasal 22 yang perlu Anda ketahui. Untuk informasi lebih lengkap mengenai Payroll Service LinovHR, ketuk tautan berikut ini!Â