Dalam dunia kerja, perintah atasan sering kali dianggap sebagai pernyataan mutlak yang harus dipatuhi oleh setiap karyawan.
Namun, terkadang mungkin Anda bertanya-tanya, apakah semua perintah tersebut harus selalu diikuti tanpa pertimbangan lebih lanjut?
Pada artikel LinovHR kali ini, kita akan membahas pentingnya memahami perintah dari atasan, batasan hukum yang mungkin berlaku, serta kapan seseorang sebaiknya mempertimbangkan ulang dalam menjalankan perintah tersebut.
Baca juga: Apa Saja Kewajiban Karyawan Terhadap Perusahaan?
Mengenal Perintah Atasan dan Kewajiban untuk Menjalankannya
Perintah atasan adalah instruksi atau arahan yang diberikan oleh seseorang dalam posisi yang lebih tinggi dalam hierarki organisasi kepada bawahannya.
Sebagai bagian dari hubungan kerja, para karyawan memiliki kewajiban moral dan profesional untuk mematuhi arahan yang diberikan oleh atasan mereka, terutama jika hal tersebut berkaitan langsung dengan tugas dan tanggung jawab dalam pekerjaan.
Mengikuti perintah dari atasan juga merupakan cara untuk menunjukkan loyalitas, kedisiplinan, serta rasa hormat terhadap hierarki organisasi yang ada.
Hal ini telah diatur dalam peraturan ketenagakerjaan di banyak negara, termasuk Indonesia.
Karyawan, sebagai bagian dari perjanjian kerja, berkewajiban untuk mengikuti perintah kerja yang diberikan selama tidak melanggar hukum atau kebijakan perusahaan.
Mematuhi perintah atasan biasanya menjadi syarat utama untuk menjaga hubungan baik antara karyawan dan manajemen serta untuk menjaga kelangsungan pekerjaan yang harmonis.
Namun, penting juga bagi karyawan untuk memahami bahwa kewajiban ini bukanlah kewajiban mutlak yang tidak memiliki pengecualian.
Perintah yang diberikan atasan harus tetap dalam kerangka hukum dan moralitas yang berlaku.
Dengan kata lain, ada batasan yang perlu dipahami oleh setiap karyawan dalam menjalankan arahan yang diberikan, terutama jika perintah tersebut tidak sesuai dengan hukum atau aturan yang berlaku.
Bagaimana Jika Perintah Atasan Melawan Hukum?
Salah satu pertanyaan penting yang sering muncul adalah, bagaimana jika perintah atasan tersebut melanggar hukum atau norma yang berlaku?
Dalam situasi tertentu, seorang karyawan mungkin akan menerima perintah yang terkesan melampaui batas atau bahkan melanggar hukum.
Misalnya, jika seorang atasan meminta bawahan untuk memalsukan dokumen atau menghindari pembayaran pajak, maka hal ini sudah masuk dalam kategori pelanggaran hukum.
Jika karyawan menemukan dirinya dalam situasi ini, maka langkah pertama yang sebaiknya dilakukan adalah berkomunikasi secara bijak dengan atasan tersebut untuk memahami alasan di balik perintah tersebut.
Jika setelah berdiskusi, perintah tersebut tetap melanggar hukum, maka karyawan berhak menolak melaksanakannya.
Penting bagi karyawan untuk mengetahui bahwa mematuhi perintah ilegal dapat berakibat fatal pada reputasi pribadi dan profesional, bahkan dapat berujung pada sanksi hukum.
Selain itu, sebagian besar perusahaan juga memiliki departemen atau tim kepatuhan (compliance team) yang dapat dihubungi jika terjadi keraguan atau masalah terkait perintah dari atasan yang tidak sesuai dengan aturan atau kebijakan perusahaan.
Melapor ke tim kepatuhan atau mengajukan keluhan melalui prosedur yang telah ditetapkan dapat menjadi salah satu langkah bijak yang diambil oleh karyawan.
Kesimpulan
Pada dasarnya, perintah atasan memang sebaiknya dipatuhi, terutama jika hal tersebut berhubungan langsung dengan pekerjaan dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Namun, dalam situasi di mana perintah yang diberikan malah melanggar hukum atau etika, karyawan memiliki hak untuk menolak. Mematuhi perintah ilegal justru dapat merugikan karyawan sendiri, baik dari segi hukum maupun moral.
Oleh karena itu, penting bagi setiap karyawan untuk memahami kapan dan bagaimana menjalankan perintah yang diterima dengan bijaksana.
Dengan demikian, karyawan dapat menjaga integritas dan keamanan pribadi serta menjaga reputasi profesionalnya di dunia kerja.