Perbedaan Pajak Subjektif dan Pajak Objektif

.

Isi Artikel

Bagikan Artikel Ini :

Pajak Subjektif dan Pajak Objektif
Isi Artikel

Dalam ranah perpajakan, pajak subjektif adalah suatu bentuk kewajiban pajak yang wajib dilakukan oleh bagi mereka yang sudah memiliki NPWP.

Dengan ini, mereka harus memenuhi kewajiban pajak tersebut. Apabila tidak penuhi kewajibannya, maka mereka bisa mendapatkan sanksi.

Oleh karena itu, artikel ini akan menjelaskan lebih lanjut mengenai pengertian pajak subjektif secara mendalam, kemudian mengetahui perbedaannya dengan pajak objektif, serta jenis pajak subjektif itu sendiri. Mari simak dalam artikel LinovHR ini!

 

Pengertian Pajak Subjektif 

Pajak subjektif adalah bentuk pungutan yang dikenakan oleh Wajib Pajak setelah memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

NPWP ini diperoleh sebagai syarat administrasi untuk melaksanakan kewajiban pembayaran pajak yang sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.

Apabila mereka tidak membayar kewajiban pajak, maka mereka dapat dianggap melanggar hukum dan dikenakan sanksi berupa denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pajak subjektif ini berfokus pada pengenaan pajak yang memperhatikan pribadi dari Wajib Pajak (subjek) sesuai dengan ketentuan Undang-Undang, kemudian barulah ditetapkan objek pajaknya.

Besaran jumlah pajak yang terutang untuk jenis pajak ini dipengaruhi oleh keadaan pribadi yang menjadi subjek.

 

Perbedaan Pajak Subjektif dan Pajak Objektif

Perbedaan pajak subjektif dan pajak objektif terletak pada fokus utama pembayarannya.

Pajak subjektif menitikberatkan pada pribadi pajak. Jenis pajak ini memperhatikan kondisi atau keadaan diri dari Wajib Pajak yang bersangkutan.

Sebaliknya, secara pengertian pajak objektif difokuskan pada nilai objek pajaknya. Misalnya, seperti benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang dapat menimbulkan utang pajak, tanpa mempertimbangkan domisili subjek pajak.

Contoh dari pajak objektif adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPn), Pajak Bumi dan Bangunan (PPB), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

Dengan demikian, pajak subjektif adalah pajak yang menempatkan perhatian pada individu atau badan sebagai pembayar pajak, sedangkan pajak objektif memandang pada karakteristik dan nilai dari objek pajak itu sendiri.

 

Perbedaan Pajak Subjektif dan Pajak Objektif
Perbedaan Pajak Subjektif dan Pajak Objektif

 

Baca Juga: Apa Dasar Hukum PPh

 

Berlakunya Kewajiban Pajak Subjektif 

Berdasarkan Pasal 2A Undang-Undang Pajak Penghasilan, berlakunya kewajiban pajak subjektif adalah sebagai berikut:

 

1. Subjek Pajak Dalam Negeri Bagi Orang Pribadi

Kewajiban pajak bagi orang pribadi dalam negeri dimulai sejak saat mereka dilahirkan, berada, atau berniat untuk tinggal di Indonesia.

Lalu, kewajiban ini akan berakhir ketika orang tersebut meninggal dunia atau juga meninggalkan Indonesia secara permanen.

 

2. Subjek Pajak Dalam Negeri Berbentuk Badan

Bagi subjek pajak dalam negeri berbentuk badan, kewajiban pajak dimulai sejak pendirian atau berkedudukan di Indonesia.

Kewajiban ini berakhir ketika badan usaha tersebut dibubarkan atau tidak lagi berkedudukan di Indonesia.

 

3. Subjek Pajak Luar Negeri Berbentuk Usaha Tetap (BUT)

Kewajiban pajak bagi subjek pajak luar negeri berbentuk BUT dimulai saat melakukan usaha atau kegiatan melalui BUT di Indonesia. 

Berakhirnya kewajiban pajak ini adalah ketika tidak lagi menjalankan usaha atau kegiatan melalui BUT di Indonesia.

 

4. Subjek Pajak Luar Negeri Berbentuk Selain Badan Usaha Tetap (BUT)

Bagi subjek pajak luar negeri dengan bentuk selain BUT, kewajiban pajak dimulai saat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Kewajiban ini berakhir ketika tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.

 

5. Warisan yang Belum Terbagi

Kewajiban pajak terkait warisan yang belum terbagi dimulai pada saat timbulnya warisan.

Saat seluruh warisan selesai dibagikan kepada pewaris yang berhak, maka seluruh kewajiban pajak akan selesai.

 

Contoh Pajak Subjektif 

Pajak Penghasilan (PPh) adalah contoh dari pajak subjektif karena dipungut berdasarkan penghasilan dari Wajib Pajak yang menjadi subjeknya. Berikut ini yang termasuk pajak subjektif adalah:

 

1. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21

Pajak ini merupakan bentuk pungutan yang diberlakukan kepada Wajib Pajak atas pendapatan seperti upah, komisi, honorarium, dan gaji. 

Tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 berbeda-beda tergantung pada kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang dimiliki oleh masing-masing Wajib Pajak.

 

2. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15

Contoh pajak subjektif lainnya adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15. Pajak ini dikenakan kepada individu atau badan usaha tertentu

Misalnya, mereka yang bekerja dalam sektor pelayaran, penerbangan internasional, dan asuransi asing. Pajak ini memiliki tarif khusus yang disesuaikan dengan karakteristik industri tersebut.

 

3. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22

Jenis pajak subjektif ini berkaitan dengan aktivitas impor dan transaksi belanja barang mewah oleh Wajib Pajak. 

 

4. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23

Pajak ini dikenakan atas berbagai kegiatan seperti sewa, transaksi dividen, bunga, royalti.

Selain itu, termasuk juga pemakaian aset properti seperti gedung, tanah, dan bangunan.

 

Kelola Gaji dan Pajak Karyawan Lebih Mudah dengan Payroll Software LinovHR 

Di dalam perpajakan, karyawan merupakan subjek dari pengenaan pajak PPh 21. Setiap tahunnya, sudah menjadi kewajiban bagi perusahaan untuk mengurus pelaporan pajak penghasilan para karyawan berdasarkan gaji yang mereka terima.

Pekerjaan ini bisa menjadi satu hal yang rumit, mengingat perhitungan pajak perlu dilakukan dengan mengikuti kaidah-kaidah perundang-undangan yang berlaku.

Jika tidak dilakukan dengan cermat, perhitungan pajak dan gaji karyawan ini bisa menimbulkan kesalahan yang merugikan perusahaan dan karyawan itu sendiri.

Selain mengandalkan tim payroll yang andal, dukungan Software Payroll LinovHR akan sangat membantu.

 

payroll

 

Software Payroll LinovHR akan mendigitalisasi dan otomatisasi pengelolaan dan perhitungan gaji dengan cepat dan akurat.

Selain itu, pengurusan administrasi pajak pun dapat dilakukan dengan lebih mudah karena di dalam software ini Anda dapat mengunduh form 1721 A1 yang digunakan untuk melakukan pelaporan pajak.

Untuk memastikan perhitungan pajak akurat, Anda juga bisa memanfaatkan fitur Tax Calculator Simulator.

Dengan ini, perusahaan dapat menghemat waktu dan upaya, serta mengurangi potensi kesalahan manusiawi dalam proses administrasi gaji dan pajak karyawan.

Ingin menjadikan pengelolaan gaji dan pajak karyawan lebih efisien? Segera ajukan demonya sekarang dengan menghubungi kami!

Tentang Penulis

Picture of Lala
Lala

SEO Content Writer yang andal dengan kemampuan analisis tinggi terkait bidang HR dan mampu mengubahnya menjadi artikel informatif dan teroptimasi secara SEO.

Bagikan Artikel Ini :

Related Articles

Tentang Penulis

Picture of Lala
Lala

SEO Content Writer yang andal dengan kemampuan analisis tinggi terkait bidang HR dan mampu mengubahnya menjadi artikel informatif dan teroptimasi secara SEO.

Artikel Terbaru