Bagi Anda yang memiliki properti atau bangunan berbentuk rumah, ruko, dan lain sebagainya tentu pernah mendengar yang disebut dengan Pajak Bumi dan Bangunan bukan?
Pajak Bumi dan Bangunan atau yang biasa disebut juga dengan PBB adalah instrumen pajak yang harus dibayarkan secara rutin setiap tahun. Bagaimana detail mengenai PBB?
Mari simak pembahasan berikut ini!
Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan
Ada beberapa pengertian mengenai Pajak Bumi dan Bangunan. Mengutip dari S. Aji Suryo (2006), Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang dibebankan atau dikenakan terhadap atau atas bumi dan bangunan.Â
Sementara menurut Erly Suandy (2005), Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak yang bersifat kebendaan. Penentu besarnya jumlah pajak terutang adalah bagaimana keadaan objek pajaknya yaitu bumi atau tanah dan bangunan.Â
Sehingga bisa kita tarik kesimpulan bahwa Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan kepada objek pajak (bangunan) yang berdiri di atas tanah/bumi dan juga bumi atau tanah itu sendiri. Besaran pajaknya bergantung pada bagaimana keadaan objek pajak itu sendiri.Â
Regulasi Tentang Pajak Bumi dan Bangunan
Setiap penerapan pajak dalam suatu negara pasti memiliki sebuah regulasi atau aturan khusus. Bagaimana dengan regulasi PBB itu sendiri? Apa dasar hukum dari Pajak Bumi dan Bangunan?Â
Dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan pada awalnya menggunakan UU No. 12 Thn. 1985 yang kemudian terjadi perubahan dengan diterbitkan UU No.12 Thn. 1994.
Sampai kemudian dilakukan perubahan kembali pada tahun 2009, dan perubahan regulasi yang tertuang pada PMK tahun 2018. Sebelumnya, untuk Pajak Bumi dan Bangunan menggunakan dasar hukum Pasal 79 UU Nomor 28 Thn. 2009. Di dalam UU tersebut memberi amanat bahwa Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) digunakan sebagai Dasar
Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan & Perkotaan. Besaran pengenaan pajak itu sendiri ditentukan oleh Kepala Daerah setiap 3 tahun sekali.Â
Akan tetapi penggunaan Undang-Undang ini tidak bebas kendala. Karena sebagian besar Kepala Daerah atau Pemda tidak memiliki data termutakhir dari objek pajak. Sering terjadi taksiran nilai NJOP sudah tidak relevan dengan kondisi terkini.Â
Karena itu pemerintah kemudian melakukan pembaruan terhadap dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan. Pembaruan tersebut tertuang dalam PMK No. 208/PMK.07/2018.Â
Pembaruan yang ada di antaranya adalah penentuan Zona Nilai Tanah atau disingkat ZNT dan juga penentuan Daftar Biaya Komponen Bangunan yang disebut juga DBKB. Sebelumnya dua hal ini sering mengalami kekeliruan karena tidak adanya data terkini.
Dengan adanya pembaruan ini maka teknik dan cara menilai NJOP menjadi lebih baik dan efisien. Selain itu terdapat juga perubahan pada BPHTB atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang pada awalnya merupakan pajak pusat, saat ini dialihkan pengelolaannya oleh Pemda sehingga menjadi pajak daerah.Â
Baca Juga: Contoh Formulir Setoran Pajak (SSP)
Objek yang Termasuk Pajak Bumi dan Bangunan
Kali ini mari kita menjelajahi lebih jauh mengenai apa saja objek Pajak Bumi dan Bangunan yang terkena pajak. Jika Anda merujuk kembali pada dua istilah yang digunakan yaitu “bumi” dan “bangunan,” maka dengan mudah kita bisa mengambil kesimpulan.
Pada dasarnya objek pajak terdiri dari dua yaitu:
Bumi
Istilah bumi di sini adalah permukaan bumi. Permukaan tersebut meliputi tanah, lautan serta daratan, juga tubuh bumi yang berada di bawahnya. Contohnya adalah sawah, kebun, ladang, pekarangan, tanah, dan pertambangan. Klasifikasi tanah atau bumi berpatokan pada poin-poin sebagai berikut:
- Letak tanah
- Peruntukannya
- Bagaimana pemanfaatannya
- Kondisi lingkungan di lokasi tanah tersebut
BangunanÂ
Bangunan merujuk pada konstruksi yang ditancapkan ke dalam bumi. Contohnya mulai dari rumah, ruko, bangunan untuk usaha, hotel, mall, gedung bertingkat, dan lain sebagainya. Klasifikasi bangunan perlu memperhatikan beberapa poin faktor yaitu:
- Penggunaan bahanÂ
- Rekayasa yang dilakukan terhadap bangunan
- Letak/lokasi
- Kondisi lingkungan di mana bangunan itu berada
Objek yang Tidak Dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan
Perlu diingat bahwa tidak semua konstruksi atau tanah yang digunakan bisa dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.
Sebab ada aturan yang membolehkan suatu bangunan tidak dikenakan PBB. Perhatikan beberapa aturan di bawah ini!Â
- Bangunan untuk kepentingan bersama. Contohnya adalah rumah ibadah, rumah sakit di bawah naungan pemerintah, sekolah, panti asuhan, dan lain sebagainya
- Lahan pemakaman yang digunakan untuk kepentingan umum
- Lahan Konservasi seperti cagar alam, hutan alam, suaka margasatwa, dan lain sebagainya.
Tarif Pajak Bumi dan Bangunan
Pemberlakuan tarif pajak memiliki besaran yang berbeda-beda tergantung jenisnya. Bagaimana mengenai tarif PBB itu sendiri? Tarif yang dikenakan kepada suatu objek pajak adalah 0,5%, yang mana:
- Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) digunakan sebagai dasar pengenaan pajak;
- Setiap daerah mempunyai Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) yang berbeda;
- Penghitungan pajak didasarkan pada nilai persentase serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya adalah 100% dari NJOP.
Untuk menghitung pajak bumi dan bangunan, harus dihitung dahulu Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), dengan rumus:Â
NJKP = 40% x (NJOP – NJOPTKP)Â
Khusus NJKP, besarannya adalah 40% jika nilai lebih dari Rp1 Miliar dan 20% jika nilai kurang dari Rp1 Miliar.
Maka, rumus untuk menghitung pajak bumi dan bangunan adalahÂ
PBB = 0,5% x NJKP
Untuk lebih jelasnya, simak penjelasan di bawah ini:Â
PT Locomotif Laju adalah perusahaan yang bergerak dibidang konveksi mempunyai tanah seluas 1000 meter dan bangunan 700 meter. NJOP tanah permeter di daerah tersebut adalah Rp5 juta dan permeter bangunan adalah Rp1 juta. NJOPTKP di daerah tempat perusahaan PT Locomotif Laju sebesar Rp12.000.000. Berapa pajak terutangnya?
NJOP Bumi dan Bangunan = (1.000 x 5.000.000) + (700 x 1.000.000)Â
= 5.000.000.000 + 700.000.000
= 5.700.000.000
NJKP = 40% x (NJOP – NJOPTKP)
= 40% x (5.700.000.000 – 12.000.000)
= 2.275.200.000
PBB = 0,5% x 2.275.200.000
= 11.376.000Â
Maka besaran pajak bumi dan bangunan yang harus PT Locomotif Laju bayarkan adalah Rp11.376.000.Â
Baca Juga: Mengenal Layanan Pajak Online di Indonesia
Cara Membayar Pajak Bumi dan Bangunan
Untuk membayar PBB ada dua cara yang bisa dilakukan saat ini, yaitu langsung (offline) dan online.
Tetapi sebelum melakukan pembayaran pastikan dulu Anda sudah memegang SPPT atau Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang. SPPT ini disalurkan melalui kelurahan, RT atau RW setempat.
Biasanya SPPT dibagikan kepada warga setiap awal tahun.Â
Cara Membayar PBB Offline
Anda bisa melakukan pembayaran PBB dengan membawa SPPT ke tempat-tempat berikut:
- Kantor pos
- Bank yang ditunjuk oleh Pemerintah Daerah setempat
- Petugas pemungutan pajak
Anda cukup menyiapkan SPPT beserta sejumlah dana sesuai yang tercantum pada SPPT. Menunggu antrean, kemudian lakukan transaksi. Bukti transaksi akan Anda dapatkan sebagai pegangan untuk melakukan pembayaran berikutnya.
Cara Membayar PBB Online
Saat ini menjadi pilihan bijak untuk membayar PBB menggunakan cara online. Karena selain lebih praktis, Anda juga bisa lebih aman karena terhindar dari kerumunan yang tidak diinginkan. Pembayaran online bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:
- ATM atau internet banking. Anda cukup login, kemudian pilih menu PBB atau pajak, masukkan NOP dan tahun pembayaran, masukkan nominal besaran pajak yang harus dibayarkan.Â
- Menggunakan aplikasi marketplace di gadget Anda. Banyak pilihan aplikasi marketplace atau e-commerce yang bisa Anda gunakan. Setelah Anda menentukan aplikasi mana yang akan Anda gunakan, Anda bisa pilih menu pajak, kemudian pilih PBB, lalu masukkan wilayah, kota/kabupaten, kemudian pilih tahun pembayaran PBB dan masukkan Nomor Objek Pajak (NOP).Â
Pajak Bumi dan Bangunan atau yang biasa disingkat menjadi PBB adalah sebuah instrumen pajak yang jamak dilakukan oleh warga Indonesia setiap tahun. Aturan, regulasi dan cara pembayaran pajak terus menerus mengalami inovasi, sehingga Anda semakin mudah melakukan pembayaran PBB. Mari menjadi insan yang taat pajak!