No work no pay atau tidak bekerja dan tidak dibayar adalah salah satu asas ketenagakerjaan yang sedang hangat dibicarakan oleh para perusahaan maupun para karyawan dan buruh.Â
Lantaran, asas ketenagakerjaan satu ini menimbulkan banyak kontra, terutama bagi para karyawan. Hal tersebut dikarenakan, para karyawan merasa dengan penerapan asas ini dapat menjadi sebuah rantai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari pihak perusahaan.
Untuk mengetahui lebih jauh mengenai asas ketenagakerjaan satu ini, simak penjelasan artikel LinovHR berikut sampai tuntas ya!
Apa Itu No Work No Pay?Â
No work no pay artinya adalah ketika para pekerja atau buruh hanya akan mendapatkan upah sesuai dengan jam kerja yang mereka miliki. Jika mereka tidak bekerja, maka mereka tidak akan mendapatkan bayaran dari perusahaan.
Asas satu ini sendiri sudah diatur dalam Pasal 93 ayat (1) UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang dikenal dengan istilah upah tidak dibayar apabila para pekerja atau buruh tidak melakukan pekerjaan.
Hal ini dipertegas dalam Peraturan Pemerintah (PP) Pengupahan Nomor 78 Tahun 2015, pasal 24 ayat 1 yang berbunyi “upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan”.
Asas satu ini adalah kebijakan yang dianggap adil dilakukan bagi perusahaan. Karena perusahaan tidak akan memberikan bayaran kepada para karyawannya yang tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan tanggung jawab yang mereka miliki tanpa suatu alasan yang pasti.
Jika perusahaan Anda ingin menerapkan asas no work no pay, maka Anda harus dapat mengomunikasikan ketentuan hukum yang berlaku secara tegas. Agar perusahaan tidak dianggap sadis apabila tidak membayar upah karyawan yang tidak masuk kantor tanpa alasan.
Apakah No Work No Pay sama dengan Potong Gaji?Â
Lalu, apakah ketentuan no work no pay sama dengan ketentuan potong gaji? Seperti yang Anda ketahui, dalam hubungan kerja, upah adalah salah satu hak yang akan didapatkan oleh karyawan.
Dalam hal ini, perusahaan juga memiliki hak dalam memberikan perintah kepada para karyawan yang dimilikinya dan wajib untuk membayar upah, dan para karyawan juga memiliki kewajiban untuk menyelesaikan pekerjaan dan berhak untuk menerima upah dari perusahaan.
Maka dari itu, asas no work no pay tidak sama dengan pemotongan gaji, sebab karyawan akan mendapatkan upah sesuai dengan jumlah yang seharusnya mereka terima.Â
Perbedaan dari kedua sistem ini adalah jika dalam sistem no work no pay, perusahaan tidak akan membayar karyawan yang tidak masuk kerja dan tidak menjalankan kewajiban yang mereka miliki dalam menyelesaikan pekerjaannya.Â
Sedangkan, pemotongan gaji dapat terjadi apabila upah karyawan dikurangi, sehingga jumlah yang dibayarkan tidak sesuai dengan yang seharusnya diterima. Potongan gaji juga tidak bisa asal dilakukan, perusahaan harus berpatokan dengan regulasi yang berlaku.
Pro-Kontra Asas No Work No PayÂ
Penggunaan sistem no work no pay sendiri menimbulkan beberapa pro dan kontra bagi perusahaan maupun bagi karyawan.Â
Bagi perusahaan sendiri, asas satu ini dapat memberikan suatu sistem yang adil kepada para pekerjanya, di mana para pekerja hanya akan mendapat upah sesuai dengan jam kerja yang mereka miliki.
Selain itu, bagi perusahaan, asas ini juga dinilai dapat mengurangi jumlah PHK dengan menyediakan fleksibilitas jam kerja kepada para karyawannya. Tanpa adanya fleksibilitas jam kerja, para pengusaha menilai akan terjadi PHK massal.
Maka dari itu, para pengusaha menuntut pemerintah untuk menerbitkan Permenaker yang mengatur prinsip no work no pay pada lingkungan kerja.
Sedangkan bagi para karyawan, berpendapat bahwa asas satu ini tidak memiliki nilai kemanusiaan. Karena akan menyebabkan para pekerja atau buruh yang dirumahkan tidak akan mendapatkan upah.
Berbeda halnya dengan karyawan yang di PHK, di mana pekerja mendapatkan kepastian untuk menerima hak-haknya seperti pesangon, jaminan kehilangan pekerjaan, pelayanan JKN, dan pencairan JHT.
Baca Juga: Gajian Telat, Apakah Perusahaan Bisa Didenda?
Kondisi Pengecualian Penerapan No Work No PayÂ
Dalam penerapan no work no pay, tentu terdapat beberapa kondisi pengecualian. Di mana perusahaan tetap diwajibkan untuk membayar upah pekerja yang tidak masuk atau tidak bekerja karena tiga hal, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Melakukan Kegiatan Lain di Luar Pekerjaannya
Hal ini dapat berkaitan dalam menjalankan kewajiban terhadap negara, menjalankan kewajiban ibadah yang diperintahkan agamanya, melaksanakan tugas serikat pekerja atau buruh atas persetujuan pengusaha, hingga tugas pendidikan dari perusahaan.
2. Menjalankan Hak Waktu Istirahat Kerjanya
Hal ini dapat meliputi hak istirahat mingguan, istirahat panjang, cuti keguguran, cuti tahunan, dan cuti sebelum dan sesudah melahirkan.
3. Berhalangan
Dalam hal ini dapat meliputi sakit dan tidak dapat melakukan pekerjaan, sakit menstruasi bagi pekerja perempuan, istri melahirkan atau keguguran, atau ada keluarga yang tinggal serumah meninggal dunia.
Prinsip No Work No Pay Usulan PengusahaÂ
Dalam menerapkan sistem no work no pay, para pengusaha sebenarnya sudah memberikan usulan mengenai penerapannya dalam lingkungan kerja.Â
Di mana, sebaiknya asas satu ini dimasukkan ke dalam peraturan perusahaan atau peraturan kerja bersama agar lebih efektif.
Dalam hal ini, perusahaan dapat membuat pasal yang tegas dan mensosialisaikannya kepada seluruh karyawan, misalnya karyawan yang tidak masuk kerja selain karena sakit, izin, dan cuti, maka tidak akan mendapatkan upah.Â
Dengan menerapkan no work no pay melalui peraturan perusahaan, maka dapat membuat para karyawan paham akan konsekuensi yang mereka hadapi saat bolos kerja.Â
Jika masih terdapat karyawan yang melanggar aturan ini, maka HR perusahaan dapat mencatat karyawan bersangkutan dan menyampaikan ke bagian finance untuk tidak membayar upahnya.
Kelola Komponen Penghitungan Gaji Lebih Mudah dengan Software Payroll LinovHR
Menerapkan segala peraturan terkait gaji baik itu kompensasi dan juga denda, haruslah berdasarkan dokumentasi atau perjanjian kedua belah pihak.
Hal ini penting agar perusahaan tidak menyalahi aturan dan karyawan tahu apa saja yang menjadi perhitungan gaji mereka.
Maka dari itu, sangat penting bagi perusahaan untuk dapat melakukan pengelolaan gaji dengan baik dan terdata. Hal ini penting agar tidak ada kesalahan dalam menghitung.
Perusahaan perlu memiliki pusat data yang terorganisir mengenai penggajian, mulai dari dokumen data bank, jadwal penggajian, komponen yang masuk dalam perhitungan, dan hal-hal lainnya yang terkait dengan penggajian.
Penggunaan cara manual dengan menggunakan Excel untuk mengatur semua ini akan sangat melelahkan dan menyita waktu. Apalagi HR perlu melakukan update secara manual satu per satu bila ada perubahan.
Hal ini tentu sangat tidak efektif, apalagi bila ukuran karyawan sangat banyak. Kemungkinan salah hitung akan sangat tinggi terjadi. Ini tentunya tidak diinginkan oleh setiap perusahaan, karena akan menimbulkan kerugian finansial.
Untuk menangani hal tersebut, perusahaan dapat menggunakan sebuah software yang dapat mempermudah perusahaan dalam proses penghitungan gaji. Â
Adapun software penggajian terbaik yang dapat Anda gunakan adalah Software Payroll LinovHR.
Perangkat lunak Payroll LinovHR memiliki beberapa fitur menarik dan dapat mempermudah perusahaan dalam proses payroll seperti perhitungan payroll karyawan.
Di dalam software ini tersedia fitur Payroll Component yang di mana akan memudahkan HR dalam mengelola segala komponen payroll seperti gaji pokok, tunjangan, BPJS, denda, dan lainnya sesuai dengan peraturan perusahaan.
Sehingga, dengan terkelolanya komponen penggajian dengan baik, HR tidak lagi perlu pusing untuk mendata satu persatu saat melakukan perhitungan gaji.
Dengan menggunakan Software Payroll LinovHR, maka perusahaan dapat melakukan kegiatan penggajian karyawan secara cepat, tepat, dan mudah.
Tunggu apalagi? Rasakan kemudahan Software Payroll LinovHR sekarang juga!