Miris, Karyawan EY Meninggal Dunia Karena Overwork

.

Isi Artikel

Bagikan Artikel Ini :

Miris, Karyawan EY Meninggal Dunia Karena Overwork
Isi Artikel

Kasus kematian akibat kelelahan kerja atau yang dikenal sebagai “karoshi” kembali terjadi. Pada September lalu, beberapa media ramai memberitakan tentang karyawan EY meninggal dunia akibat kelelahan.

Musibah tersebut menimpa Anna Sebastian Perayil, seorang karyawan muda dari firma akuntansi global terkemuka Ernst & Young.

Kisah tragis ini kembali menyoroti bahaya dari jam kerja yang berlebihan dan budaya kerja yang tidak sehat, yang sering kali memaksa karyawan mengorbankan kesehatan mereka demi tuntutan pekerjaan.

Anna Sebastian Perayil, Meninggal Dunia di Usia 26 Tahun

Anna Sebastian Perayil adalah sosok pekerja keras yang berdedikasi tinggi dalam pekerjaannya. Pada usia yang masih relatif muda, ia telah meniti karier di EY, salah satu firma terbesar di dunia. Namun, di balik pencapaian tersebut, Anna harus membayar harga yang sangat mahal.

Beban kerja yang berat ditambah dengan tekanan untuk terus memenuhi target dan tenggat waktu, perlahan-lahan mempengaruhi kondisi kesehatannya.

Hingga pada suatu malam, tubuh Anna tak lagi mampu menahan beban pekerjaan yang berat. Dia ditemukan meninggal dunia di apartemennya setelah diduga mengalami serangan jantung akibat kelelahan ekstrem.

Kejadian ini menjadi peringatan keras bagi banyak orang bahwa jam kerja yang panjang dan tekanan pekerjaan yang berlebihan dapat berujung pada konsekuensi yang fatal.

Kelelahan Karena Bekerja Tanpa Henti

Kelelahan Karena Bekerja Tanpa Henti
Kelelahan Karena Bekerja Tanpa Henti

Berita mengenai karyawan EY meninggal dunia ini menyoroti salah satu masalah terbesar dalam dunia kerja modern: Kelelahan akibat jam kerja yang panjang dan berlebihan.

Dalam banyak industri, termasuk bidang akuntansi dan keuangan, para karyawan sering kali didorong untuk bekerja tanpa henti sampai-sampai melewati batasan waktu kerja yang wajar.

Tuntutan ini membuat banyak pekerja, termasuk Anna, harus mengorbankan waktu istirahat mereka.

Bekerja lembur sudah menjadi hal yang lumrah, bahkan dianggap sebagai bagian dari “etika kerja yang baik.”

Padahal jika dibiarkan terus-menerus, kelelahan kerja dapat menyebabkan masalah kesehatan serius, seperti stres, depresi, hingga serangan jantung.

Kondisi ini tak hanya berdampak pada fisik, tetapi juga kesehatan mental. Sayangnya, dalam kasus Anna, sinyal-sinyal berbahaya ini tidak dihiraukan hingga akhirnya terlambat.

Tak Satupun Rekan Kantornya Datang untuk Melayat

Tak Satupun Rekan Kantornya Datang untuk Melayat
Tak Satupun Rekan Kantornya Datang untuk Melayat

Tragedi kematian Anna semakin menyedihkan setelah diketahui bahwa tidak ada satu pun rekan kerjanya yang datang untuk melayat.

Hal ini menunjukkan betapa jauhnya hubungan antar rekan kerja di era modern, terutama pada perusahaan besar yang lebih berfokus pada pencapaian target dan produktivitas.

Rekan-rekan kerja yang seharusnya bisa menjadi support system bagi sesama karyawan justru sering terjebak dalam kompetisi. Hal ini empati dan hubungan sosial menjadi sesuatu yang langka di tempat kerja.

Ketidakhadiran rekan-rekan kantor Anna saat pemakaman juga mencerminkan bagaimana korporasi modern bisa membuat hubungan antar manusia terasa dingin dan formal.

Dalam kondisi seperti ini, karyawan sering kali merasa sendirian, bahkan ketika mereka bekerja dalam tim besar.

Pentingnya Keseimbangan Kerja untuk Menciptakan Siklus Hidup yang Sehat

Kasus karyawan EY meninggal dunia ini merupakan pengingat tragis tentang pentingnya keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi.

Keseimbangan ini adalah kunci untuk menjaga kesehatan mental dan fisik serta menciptakan siklus hidup yang sehat.

Perusahaan dan para pemimpin di dalamnya harus mulai menyadari bahwa kinerja yang baik tidak selalu berarti jam kerja yang panjang. Sebaliknya, kinerja yang optimal justru datang dari karyawan yang sehat secara fisik dan mental.

Menerapkan kebijakan kerja yang lebih manusiawi seperti jam kerja yang fleksibel, waktu istirahat yang cukup, dan batasan lembur yang ketat, adalah langkah penting untuk mencegah tragedi seperti ini terulang.

Setiap karyawan perlu dan berhak merasa didukung, baik oleh rekan kerja maupun perusahaan tempat mereka bekerja.Semoga dari kasus tentang karyawan EY meninggal dunia, perusahaan bisa berkaca untuk memperbaiki kesejahteraan karyawannya agar hal yang sama tidak terulang.

Baca juga: Budaya Kerja Yang Toxic dan Cara Mengatasinya

Tentang Penulis

Picture of Amanda Alodyasari
Amanda Alodyasari

Content writing enthusiast. Lulusan sejarah dari Universitas Diponegoro. Hobi membaca dan menulis terkait dunia kerja, HR dan teknologi

Bagikan Artikel Ini :

Related Articles

Tentang Penulis

Picture of Amanda Alodyasari
Amanda Alodyasari

Content writing enthusiast. Lulusan sejarah dari Universitas Diponegoro. Hobi membaca dan menulis terkait dunia kerja, HR dan teknologi

Artikel Terbaru