Lelah dalam bekerja merupakan suatu hal yang biasa untuk terjadi pada setiap orang yang memiliki pekerjaan. Tapi apa jadinya jika hal tersebut dapat menyebabkan seseorang hingga meninggal? Fenomena tersebut dinamakan dengan istilah Karoshi.
Mungkin Anda sedikit asing dengan istilah tersebut, mengingat Karoshi sendiri merupakan istilah yang berasal dari negara Jepang. Seperti yang sudah kita ketahui bersama, Jepang memiliki jam dan tekanan kerja yang tinggi.
Sehingga tidak jarang, para karyawan yang bekerja merasakan kelelahan yang luar biasa, hingga berujung pada kematian.
Meskipun di Indonesia sendiri sedikit kasus karyawan yang meninggal akibat kelelahan dalam bekerja, namun tidak ada salahnya bagi Anda untuk mengetahui fenomena ini, bukan?
Mari kenali dan simak fenomena Karoshi di artikel LinovHR berikut ini!
Arti Karoshi
Karoshi adalah sebuah istilah yang tercipta pada tahun 1970an yang digunakan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan kematian yang disebabkan oleh stres dan tekanan yang tinggi akibat dari pekerjaan yang dilakukan oleh orang yang bersangkutan.
Pada awal 1980-an, kasus Karoshi dipercaya hanya akan dialami oleh pria, namun saat ini, banyak juga kasus Karoshi yang menimpa pekerja perempuan.
Penyebab Karoshi
Penyebab dari Karoshi sendiri diakibatkan oleh berbagai macam faktor, di antaranya:
-
Jam Kerja Berlebihan
Kasus yang paling sering ditemukan dan penyebab utama dari karoshi yaitu jam kerja yang overload atau berlebihan.
Negara Jepang memiliki etos kerja yang tinggi. Karena hal itulah, jam kerja di negara tersebut menjadi tidak terkendali dan berlebihan.
Bahkan tidak sedikit para pegawai yang bekerja lembur selama 6 jam setiap harinya. Hal ini tentunya sangat tidak baik bagi kesehatan tubuh dan juga mental dari karyawan itu sendiri.
Bahkan saking sibuknya, para karyawan di Jepang tidak sempat mengurus kehidupan pribadinya, seperti menjalin hubungan atau bahkan menikah.
-
Rekan Kerja Tidak Suportif
Tahukah Anda, bahwa tidak mengambil jatah cuti liburan adalah hal yang biasa di Jepang?
Fenomena ini terjadi karena ada suatu budaya yang melekat pada dunia kerja Jepang. Salah satu faktornya yaitu rekan kerja yang merasa terbebani jika ada salah satu karyawan yang mengambil cuti.
Selain itu, reaksi negatif yang dikeluarkan oleh karyawan di jepang terhadap orang yang mengambil cuti, menjadi salah satu alasannya.
Di Jepang sendiri, mengambil libur atau cuti merupakan hal yang buruk untuk dilakukan. Sebaliknya, jika seorang karyawan tidak pernah cuti atau libur, maka akan dianggap memiliki nilai yang tinggi dan seorang pekerja keras.
-
Penyakit Fisik dan Mental
Penyebab selanjutnya yaitu penyakit fisik dan juga mental dari karyawan bersangkutan. Banyak sekali para pegawai di Jepang yang mengalami stress, depresi, hingga gangguan mental, akibat dari jam kerja dan tekanan yang tinggi.
Sebagian besar dari kasus karoshi, disebabkan oleh gangguan mental dan juga stres yang dialami oleh pegawai, hingga berujung pada bunuh diri.
Persaingan dalam mencari kerja di Jepang sangatlah sulit dan ketat. Karena faktor tersebut, akhirnya banyak pegawai yang tetap bertahan pada pekerjaannya. Meskipun mereka tahu bahwa hal tersebut dapat membahayakan kesehatan fisik maupun mental yang mereka punya.
Baca Juga: Hati-hati! Ini 8 Penyakit yang Mengintai Karyawan karena Kelelahan Bekerja
Kasus Karoshi di Jepang
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan, Perburuhan dan Kesejahteraan Jepang pada tahun 2015, kasus karoshi di Jepang sendiri sudah mencapai ribuan. Namun tidak semua kasus muncul dan dibahas oleh media setempat.
Meski demikian, terdapat beberapa kasus yang menjadi perbincangan masyarakat luas Jepang pada saat itu, seperti kasus berikut ini:
-
Kematian Seorang Pekerja Bangunan
Pada tahun 2017 lalu, terjadi sebuah kasus Karoshi di Jepang, yang mengakibatkan seorang pekerja bangunan meninggal dunia.
Kejadian bermula ketika seorang pemuda mengerjakan sebuah proyek pembangunan stadion olimpiade baru di Tokyo.
Berdasarkan pernyataan dari pengacara keluarga korban, sebelum kematiannya, korban telah bekerja lembur selama 190 jam tepat sebulan sebelum kematiannya.
Korban melakukan bunuh diri di sebuah pegunungan dan menuliskan sebuah surat wasiat yang menyatakan bahwa ia merasa lelah baik secara fisik maupun mentalnya.
-
Kematian Seorang Manajer Perusahaan
Kasus Karoshi yang berikutnya menimpa seorang manajer perusahaan mie Kogaraya. Korban melakukan bunuh diri pada tahun 2006 lalu, yang diakibatkan karena depresi yang dialaminya selama bekerja.
Diketahui korban telah bekerja selama 82 hari berturut-turut tanpa adanya jeda sama sekali. Apabila dihitung, korban melakukan lembur selama 100 jam setiap bulannya.
-
Kematian Seorang Jurnalis
Seorang jurnalis wanita bernama Miwa Sado ditemukan meninggal dunia akibat gagal jantung di apartemen miliknya yang berada di wilayah Tokyo.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh badan tenaga kerja resmi Jepang, Miwa bekerja lembur dengan durasi 146 hingga 159 jam dalam sebulan. Bila dihitung lebih dalam, rata-rata hari kerja dalam satu bulan yaitu 25 hari.Â
Dapat disimpulkan bahwa Miwa lembur selama 6 jam per hari atau ia bekerja hampir setiap jam tanpa henti yang dilakukan selama satu bulan penuh.
Banyaknya kasus karoshi yang terjadi di Jepang menimpa pekerja muda. Hal ini memang karena banyak perusahaan di Jepang memilih untuk mempekerjakan karyawan yang masih muda agar bisa bekerja lembur.Â
Selain bisa diminta untuk lembur, banyak juga para atasan yang berharap agar karyawan bisa datang lebih pagi dan pulang hingga larut malam.
Baca Juga: Ikuti Tes JLPT Jika ingin Bekerja di Jepang
Cegah Karoshi dengan Pengaturan Jam Kerja dan Cuti Karyawan
Kasus karoshi yang terjadi di Jepang bukanlah hal bagus bagi perusahaan. Adanya karyawan yang merasa overwork sampai meninggal menandakan budaya kerja di perusahaan tersebut tidak baik dan tidak ramah bagi para pekerjanya.
Karyawan yang terus-terusan kerja lembur juga bukan berarti ia bekerja produktif untuk perusahaan. Justru itu menandakan ada sesuatu yang salah. Jam kerja yang panjang tanpa waktu istirahat yang cukup akan membuat karyawan merasa kelelahan dan juga kewalahan.
Hal ini juga akan meningkatkan stres yang dirasakan karyawan, sehingga ia menjadi under-performance.
Sebagai perusahaan, tentu Anda tidak bisa membiarkan hal ini terus menerus terjadi. Anda harus mengambil satu tindakan nyata agar budaya kerja di perusahaan membuat karyawan dapat produktif dan punya waktu istirahat yang cukup sehingga tercipta work-life balance.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan Software Absensi LinovHR yang memiliki fitur time management.
Dengan software ini, perusahaan dapat tahu berapa waktu kerja yang dihabiskan para karyawan, apakah mereka mengalami waktu lembur yang berlebihan sehingga kelelahan, atau tidak.
Sehingga Anda dan manajemen perusahaan dapat mengambil keputusan mengenai pemberlakukan lembur atau jam kerja di perusahaan. Guna mencegah jam kerja berlebihan pada karyawan.
Tidak hanya memudahkan perusahaan dalam mengelola jam kerja, Software Absensi LinovHR juga memudahkan perusahaan dalam mengatur jadwal kerja, pengajuan cuti, dan izin karyawan.
Selain software HRIS, LinovHR juga memiliki aplikasi absen online yang dapat memudahkan karyawan dalam proses absen dan pengajuan cuti langsung dari smartphone mereka.
Dengan LinovHR, lingkungan kerja yang bersahabat bagi karyawan bisa tercipta dengan efektif dan efisien.
Ayo ajukan demo gratisnya sekarang, ada promo menarik menanti Anda!