Keterkaitan Stockholm Syndrome dan Bullying di Tempat Kerja

.

Isi Artikel

Bagikan Artikel Ini :

Keterkaitan Stockholm Syndrome dan Bullying di Tempat Kerja
Isi Artikel

Lingkungan kerja yang tidak nyaman berpadu dengan ketakutan kehilangan pekerjaan bagi karyawan menciptakan kondisi berbahaya bagi kesehatan mental.

Fenomena ini dikenal sebagai Corporate Stockholm Syndrome, di mana pekerja tidak hanya mengabaikan perilaku bullying tetapi juga mendukungnya, bahkan mereka rela dieksploitasi di tempat kerja.

Kondisi ini mirip dengan Stockholm Syndrome pada umumnya, di mana korban penyanderaan merasa simpati kepada pelaku. Padahal, kondisi normalnya, korban akan mengalami trauma dan ketakutan.

Lantas bagaimana kondisi mental ini bisa terjadi di lingkungan kerja? Apa penyebabnya, dan bagaimana cara perusahaan mengatasinya? Berikut penjelasan tentang Corporate Stockholm Syndrome beserta solusinya.

Stockholm Syndrome dan Kaitannya dengan Bullying di Tempat Kerja

Stockholm Syndrome adalah gangguan mental yang pertama kali diperkenalkan pada 1973 di Stockholm, Swedia, oleh seorang kriminolog bernama Nils Bejerot.

Gangguan ini dikenal dari kasus perampokan di mana korban penyanderaan justru tidak kooperatif dalam pengadilan mereka sendiri, membela pelaku, dan memberikan dana bantuan hukum. 

Ini tentunya merupakan salah satu kejanggalan, karena alih-alih takut justru korbanlah yang memberikan simpati kepada pelaku. Berdasarkan penelitian, ketidakrasionalan ini tercipta dikarenakan banyak hal, seperti situasi, perilaku penyandera, hingga lama waktu penyanderaan. 

Dalam konteks tempat kerja, ini terjadi ketika karyawan yang mengalami bullying dalam waktu lama, mulai merasa terikat dengan perusahaan atau atasan yang memperlakukan mereka dengan buruk.

Karyawan mungkin merasa terjebak dan bergantung pada pekerjaan, sehingga mereka membenarkan atau bahkan membela tindakan buruk yang diterima sebagai bagian dari budaya perusahaan.

Terdapat beberapa tanda yang umum dari pekerja yang mengalami Stockholm Syndrome di tempat kerja antara lain:

  • Membela Pelaku Bullying: Karyawan mungkin membela tindakan bullying yang dilakukan oleh atasan atau perusahaan, menganggapnya sebagai sesuatu yang diperlukan.
  • Menyalahkan Diri Sendiri: Korban sering menyalahkan diri mereka sendiri atas perlakuan buruk yang diterima, merasa bahwa mereka tidak cukup baik.
  • Merasa Bersyukur atas Perlakuan Buruk: Karyawan mungkin merasa bersyukur atas sedikit dukungan atau fasilitas yang diberikan perusahaan, meskipun perlakuan mereka tidak adil.

Jika hal ini diteruskan dampak panjang yang akan dirasakan oleh karyawan adalah stres kronis, kecemasan, dan depresi.

Selain itu, produktivitas mereka dapat menurun karena penurunan motivasi dan efisiensi. Kesehatan mental yang terganggu juga dapat mempengaruhi hubungan pribadi dan keseimbangan kerja-hidup mereka.

Penyebab Corporate Stockholm Syndrome

Penyebab utama Stockholm Syndrome datang dari perundungan yang terjadi pada seorang pekerja. Selain itu, tuntutan kelangsungan hidup juga menjadi faktor besar lainnya yang menciptakan kondisi ini. 

Ketidakmampuan mereka dalam mengatasi ketidakberdayaan selama perundungan menyebabkan perubahan emosi dari takut menjadi menerima, bahkan mendukung segala tindakan yang dilakukan.

Selain bullying pada lingkungan kerja, berikut ini beberapa faktor lainnya yang menjadi penyebab Stockholm Syndrome:

1. Ketergantungan pada Pekerjaan

Rasa takut kehilangan pekerjaan, dilewatkan untuk promosi, atau ancaman penilaian kinerja yang buruk bisa memicu Corporate Stockholm Syndrome.

Ketika pekerjaan adalah sumber utama penghidupan, karyawan mungkin merasa tertekan untuk membenarkan perlakuan buruk dari perusahaan agar tidak menghadapi konsekuensi finansial yang serius.

2. Kesehatan Mental dan Trauma Masa Lalu

Karyawan yang pernah mengalami hubungan abusive atau kontrol di tempat kerja atau kehidupan pribadi sebelumnya mungkin lebih rentan terhadap sindrom ini.

Trauma yang tak sepenuhnya sembuh dapat memunculkan kembali perasaan keraguan diri, rasa bersalah, dan tidak berharga, mengarah pada pola perilaku yang mirip dengan Stockholm Syndrome.

3. Perasaan Putus Asa dan Ketimpangan Status

Perasaan putus asa sering muncul ketika pelaku kekerasan berada di posisi yang lebih tinggi dalam hierarki perusahaan. Ketimpangan status ini dapat membuat karyawan merasa tidak berdaya.

Daripada melawan atau melaporkan perlakuan buruk, mereka mungkin memilih untuk membenarkan atau menerima situasi tersebut sebagai bagian dari pekerjaan mereka.

4 Cara Mencegah Bullying di Tempat Kerja

Dengan memahami penyebab-penyebab Corporate Stockholm Syndrome, perusahaan dapat mengambil langkah untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih mendukung dan mengurangi risiko terjadinya gangguan mental pada pekerja.

Karena peran bullying terhadap Corporate Stockholm Syndrome juga cukup besar, perlu adanya tindak pencegahan dari perusahaan. Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi perundungan:

1. Menetapkan Kebijakan Anti-Bullying yang Jelas dan Tegas

Penting bagi perusahaan untuk memiliki kebijakan anti-bullying yang jelas dan tegas. Kebijakan ini harus mencakup definisi bullying, contoh-contoh perilaku yang tidak diterima, serta langkah-langkah disipliner bagi pelaku.

Kebijakan yang jelas membantu karyawan memahami bahwa bullying tidak akan ditoleransi dan memberikan pedoman yang diperlukan untuk menangani situasi yang terjadi.

2. Memberikan Pelatihan kepada Karyawan

Pelatihan reguler tentang bullying sangat penting untuk seluruh karyawan. Pelatihan ini harus mencakup informasi tentang mengenai bullying, bagaimana mengenali tanda-tandanya, dan cara mencegah serta melaporkan perilaku tersebut.

Dengan memberikan pemahaman yang mendalam, perusahaan dapat membantu karyawan menjadi lebih peka terhadap perilaku bullying dan lebih siap untuk bertindak jika mereka menyaksikannya atau mengalaminya.

3. Menyediakan Saluran Pengaduan yang Aman dan Mudah Diakses

Selain itu dengan menyediakan saluran pengaduan yang aman dan mudah diakses bagi karyawan korban bullying menjadi langkah tepat untuk mencegah terulangnya terjadinya peristiwa tersebut.

Saluran ini bisa berupa kotak saran, email khusus, atau layanan pengaduan yang dikelola secara independen dimana karyawan merasa nyaman dan aman saat melaporkan kejadian bullying.

4. Membangun Budaya Kerja yang Positif

Menciptakan lingkungan kerja yang positif dan saling mendukung juga menjadi cara paling signifikan dalam mengurangi risiko terjadinya bullying.

Budaya kerja yang menghargai saling menghormati, bekerjasama, dan menjalin komunikasi terbuka mendorong karyawan untuk merasa nyaman dan diterima.

Selain itu, dukungan dari manajemen dan rekan kerja dalam mengatasi masalah secara konstruktif juga berperan penting dalam mencegah perilaku bullying.

Dengan langkah-langkah tersebut, perusahaan akan mampu menciptakan lingkungan kerja yang  sehat, aman, dan produktif.

Sehingga tidak akan ada lagi tindak perundungan di tempat kerja yang menyebabkan kerusakan mental pada pekerja dan menimbulkan Corporate Stockholm Syndrome.

Ciptakan Lingkungan Kerja yang Aman dan Nyaman dengan Software HRIS LinovHR

Menciptakan lingkungan kerja yang sehat, aman, dan nyaman tidak selalu berkaitan pada hubungan antar pekerja. Pengelolaan tugas, pelatihan, serta pemenuhan hak yang baik menjadi hal lain yang berkaitan dengan kepuasan karyawan akan lingkungannya.

Di era digitalisasi saat ini aplikasi software HRIS, menjadi unggulan dalam menyelesaikan permasalah tersebut. Tidak hanya itu produk ini juga membantu tim HR dalam mengelola seluruh tugas yang berkaitan dengan sumber daya manusia.

Sudah banyak jasa yang menawarkan software ini di Indonesia salah satunya adalah LinovHR, dengan berbagai macam modul ekosistem yang saling berkaitan, sistem ini mampu menciptakan lingkungan kerja yang terintegrasi, transparan, dan efektif.

Sehingga tidak hanya dapat memberdayakan sumber daya manusia tetapi juga efisien dalam meraih tujuan perusahaan.

Saat ini, LinovHR dilengkapi dengan berbagai macam modul yang mampu mempermudah proses rekrutmen, presensi, organisasi perusahaan, pemantauan kinerja, perencanaan karir, hingga pengelolaan gaji dan tunjangan karyawan.

Tentang Penulis

Picture of Harya Hafiz Khairan
Harya Hafiz Khairan

Seorang lulusan prodi Jurnalistik Politeknik Negeri Jakarta. Kini fokus menulis tentang HR, Teknologi, Game, dan Gaya Hidup. Aktif juga dalam membuat beberapa puisi.

Bagikan Artikel Ini :

Related Articles

Tentang Penulis

Picture of Harya Hafiz Khairan
Harya Hafiz Khairan

Seorang lulusan prodi Jurnalistik Politeknik Negeri Jakarta. Kini fokus menulis tentang HR, Teknologi, Game, dan Gaya Hidup. Aktif juga dalam membuat beberapa puisi.

Artikel Terbaru