Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya kesejahteraan karyawan, kesehatan mental belakangan jadi perhatian utama di lingkungan kerja. Beberapa perusahaan pun mulai menggunakan tes depresi untuk memantau kondisi psikologis karyawan.
Hal ini dilakukan tidak hanya untuk membantu mendeteksi gejala depresi pada karyawan namun juga jadi salah satu cara untuk mewujudkan lingkungan kerja yang suportif dan positif.
Namun, yang sering menjadi pertanyaan ialah, apakah tes tersebut boleh dilakukan dan sudah sesuai dengan etika, hukum, dan privasi karyawan? Untuk tahu jawabannya, simak artikel di bawah yang akan membahas lebih lanjut tentang tes depresi beserta jenis-jenisnya.
Apa itu Tes Depresi?
Tes depresi merupakan alat yang digunakan untuk mengetahui apakah seseorang mengalami gejala depresi. Biasanya berbentuk serangkaian pertanyaan yang dirancang untuk mengukur kondisi emosi, pola pikir, tingkat energi, dan kebiasaan mereka dalam menjalani aktivitas.
Pada dasarnya, tes ini dibuat sebagai cara agar psikolog atau ahli di bidang terkait mengetahui kondisi psikologis dan jadi salah satu upaya untuk melihat tingkat risiko depresi dan skrining awal gangguan jiwa terhadap seseorang.
Perlu diingat bahwa tes depresi bukan diagnosis akhir karena hasilnya hanya berupa gambaran awal tentang kondisi seseorang dan untuk hasil yang lebih pasti harus dikonsultasikan ke ahli terkait.
Baca juga: Kenali Tanda Karyawan Butuh Time Off Work for Stress
Jenis-Jenis Tes untuk Mengetahui Depresi Seseorang
Ada banyak macam tes yang bisa dilakukan untuk mengetahui tingkat depresi seseorang. Berikut adalah beberapa jenis tes depresi yang sering digunakan:
1. Geriatric Depression Scale 15
Merupakan tes yang dirancang untuk mendeteksi depresi pada orang lanjut usia. Umumnya terdiri dari 15 pertanyaan sederhana yang hanya membutuhkan jawaban โYaโ atau โTidakโ.
Tes ini fokus pada gejala depresi yang sering dialami lansia seperti rasa kehilangan minat atau perasaan putus asa.
2. Self Reporting Questionnaire 29
Merupakan tes paling umum yang dikembangkan oleh WHO untuk mengevaluasi masalah kesehatan mental termasuk depresi.
Tes ini terdiri dari 29 pertanyaan yang berhubungan dengan masalah, ketidaknyamanan, emosi, dan perilaku yang dirasakan oleh seseorang dalam waktu 30 hari terakhir.
3. Beck Depression Inventory (BDI)
Merupakan tes depresi yang paling populer dan sering digunakan di seluruh belahan dunia. Tes ini terdiri dari 21 pertanyaan untuk menilai intensitas gejala depresi seperti perasaan sedih, kehilangan minat, gangguan tidur, atau kelelahan.
Nantinya, responden akan memberi nilai dari 0 – 3 untuk setiap pertanyaan hingga hasilnya bisa menunjukkan tingkat depresi yang diderita.
Baca juga: 8 Jenis Tes Psikologi yang Menguak Habis Karakter Calon Karyawan
4. Patient Health Questionnaire-9 (PHQ-9)
Merupakan tes depresi singkat yang berisi 9 pertanyaan terkait gejala utama depresi, seperti suasana hati, nafsu makan, tidur, dan konsentrasi. Setiap pertanyaan akan dinilai berdasarkan gejala dalam dua minggu terakhir.
Tes berbentuk kuesioner ini biasa dipakai untuk mengenali depresi berdasarkan ciri diagnostik dari Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM).
5. Hamilton Rating Scale for Depression (HRSD)
Merupakan tes yang dilakukan ahli kesehatan untuk menilai tingkat keparahan depresi seseorang. Namun tes ini berbeda dengan jenis tes di atas karena HSRD memerlukan wawancara oleh dokter atau psikolog.
Nantinya tenaga ahli terkait akan mewawancarai pasien untuk menceritakan gejala yang dialami. Kemudian pasien nantinya akan menjawab 17 pertanyaan dengan skala penilaian 0-2.
Skornya sendiri berkisar pada angka 0-52, di mana skor dengan angka lebih tinggi menunjukkan tingkat gejala depresi yang tinggi.
Baca juga: Awas! Mental Breakdown Bisa Terjadi Pada Pekerja
Perlukah Karyawan Melakukan Tes Depresi?
Belakangan, kesehatan mental jadi pembahasan penting di lingkungan kerja. Karena umumnya, karyawan tidak hanya menghadapi tekanan di tempat kerja namun juga kehidupan pribadinya yang bisa memengaruhi produktivitas mereka.
Oleh karena itu, tes kesehatan mental, khususnya tes depresi penting untuk dilakukan oleh setiap karyawan. Karena tes ini memiliki banyak manfaat mengingat depresi sering kali sulit dikenali gejalanya.
Adanya tes depresi bisa membantu mendeteksi kondisi emosional seseorang sehingga memungkinkan untuk mendapat pertolongan dini jika dibutuhkan.
Dengan begitu, tes depresi tidak hanya membantu karyawan merasa lebih baik namun juga bisa jadi salah satu cara bagi perusahaan dalam menciptakan lingkungan kerja yang suportif.
Namun, perlu diingat bahwa pelaksanaan tes depresi perlu dilakukan dengan hati-hati karena hasil tes merupakan informasi pribadi yang tidak boleh digunakan untuk mendiskriminasi atau menilai kinerja karyawan.
Kesimpulan
Tes depresi untuk karyawan bisa jadi langkah positif dalam mendukung kesehatan mental di lingkungan kerja. Karena dengan tes ini, perusahaan bisa membantu karyawan mendeteksi masalah yang mungkin memengaruhi kesejahteraan mereka.
Namun, perusahaan juga harus memastikan bahwa pelaksanaan tes ini perlu dilakukan dengan tetap menjaga privasi, memberi kebebasan dalam berpartisipasi, serta menyediakan akses ke bantuan profesional.
Dan juga penting untuk diingat bahwa tes depresi hanyalah langkah awal, sehingga jika tes ini menunjukkan masalah, perusahaan harus mampu menyediakan akses ke yang lebih profesional seperti konseling atau terapi yang bisa membantu menangani kondisi karyawan.
Jika dilakukan dengan tepat, tes depresi tidak hanya jadi sebuah alat namun juga menjadi wujud nyata kepedulian perusahaan terhadap kesejahteraan karyawannya. Ayo bangun lingkungan kerja yang positif dan inklusif!