Dalam sebuah kontrak bisnis, Anda mungkin pernah mendengar istilah force majeure. Force majeure adalah suatu kondisi dalam sebuah peristiwa yang tidak dapat dikendalikan atau diantisipasi.
Jika terjadi kondisi ini, maka pihak yang memiliki kewajiban dalam kontrak bisa saja mendapat penangguhan hukum. Namun, apa sebenarnya force majeure dan keadaan seperti apa yang masuk dalam kategori tersebut?Â
Mari simak bersama artikel berikut untuk memahami pembahasan lebih dalam.
Pengertian Force Majeure
Force majeure adalah suatu istilah yang berasal dari Prancis dan memiliki makna harfiah “kekuatan yang lebih besar”. Sedangkan menurut KBBI, force majeure adalah keadaan yang ada di luar kekuasaan seseorang atau bisa juga disebut sebagai keadaan kahar.
Dalam sebuah kontrak, keadaan kahar dapat menghapus tanggung jawab dan menangguhkan hukum suatu pihak. Namun, hal ini hanya bisa terjadi karena kondisi fatal yang membuat kontrak tidak memungkinkan dilakukan dalam waktu singkat. Contoh kondisi tersebut misalnya bencana alam.
Tidak hanya bencana alam, ada pula peristiwa lain yang termasuk dalam keadaan kahar. Contohnya adalah konflik yang disebabkan oleh manusia, seperti perang, konflik bersenjata, terorisme, atau kudeta militer.
Selain itu, kategori keadaan kahar harus tidak terduga, di luar kehendak pihak-pihak dalam kontrak, dan tidak bisa dihindari.
Baca Juga: 5 Kesalahan HRD dalam Membuat Kontrak Kerja
Macam-macam Force Majeure
Agar Anda dapat memahami apa saja kondisi yang termasuk dalam force majeure, kondisi ini telah dikelompokkan menjadi beberapa macam. Berikut adalah macam-macam force majeure yang perlu Anda ketahui.
Sebelum mengetahui macam-macamnya, Anda perlu memahami istilah yang akan digunakan dalam informasi di bawah ini.
Debitur: orang yang berhutang
Kreditur: orang yang berpiutang
Force Majeure Objektif
Keadaan yang termasuk dalam force majeure objektif adalah ketika terjadi kecelakaan pada objek yang ada di dalam kontrak. Contohnya, benda yang ada dalam kontrak tersebut terbakar atau hanyut dalam banjir bandang.
Force Majeure Subjektif
Kondisi ini merupakan keadaan yang mana debitur tidak bisa melaksanakan tanggung jawabnya akibat keadaan yang tidak terduga terjadi pada saat dibuatnya kontrak.
Force Majeure Absolut
Keadaan yang satu ini juga biasa disebut sebagai impossibility. Force majeure absolut terjadi apabila debitur benar-benar tidak bisa memenuhi tanggung jawab apapun kondisinya. Contoh dari keadaan ini adalah objek dalam kontrak sudah tidak diproduksi atau tidak beredar lagi di pasaran.
Force Majeure Relatif
Keadaan ini biasa disebut sebagai impracticality. Suatu keadaan dapat dikatakan force majeure relatif apabila debitur tidak dapat memenuhi tanggung jawab dengan cara normal.Â
Contohnya dalam kontrak kegiatan ekspor impor, pemerintah melarang peredaran objek dalam kontrak secara mendadak. Oleh karena itu, kontrak tidak dapat dilaksanakan secara normal. Namun, kontrak masih dapat dilaksanakan misalnya dengan cara ilegal.
Force Majeure Permanen
Keadaan ini permanen dapat terjadi jika debitur tidak dapat melaksanakan tanggung jawab dengan cara apa pun dan sampai kapan pun.
 Contohnya adalah ketika seorang penulis terikat kontrak tetapi terserang penyakit yang membuatnya tidak dapat menulis dengan cara apa pun dan sampai kapan pun. Jika hal tersebut terjadi, maka tanggung jawab dalam kontrak tidak dapat terpenuhi.
Force Majeure TemporerÂ
Terakhir, force majeure temporer adalah suatu keadaan ketika tanggung jawab tidak dapat dilaksanakan sementara waktu, tetapi bisa dilanjutkan di waktu mendatang.Â
Contoh dari kondisi ini adalah ketika buruh mogok kerja dan target dalam kontrak tidak bisa dipenuhi. Namun jika keadaan mulai membaik, tanggung jawab bisa kembali dilanjutkan.
Baca Juga: Mogok Kerja: Ketentuan, Syarat, dan Dasar Hukum yang Berlaku
Syarat Suatu Kondisi Disebut Keadaan Kahar
Untuk memutuskan apakah sebuah keadaan layak dikatakan sebagai force majeure atau bukan, keadaan tersebut harus memenuhi beberapa syarat. Adapun syarat-syarat suatu kondisi disebut sebagai keadaan kahar adalah sebagai berikut:
- Adanya halangan untuk memenuhi kewajiban
- Halangan itu bukan kesalahan debitur
- Halangan itu tidak disebabkan oleh keadaan yang menjadi resiko debitur
- Halangan itu di luar kendali debitur
- Halangan itu tidak dapat diketahui pada waktu perjanjian dibuat
Contoh-Contoh Keadaan Kahar
Kasus-kasus apa saja yang dapat disebut sebagai force majeure? Berikut adalah beberapa contoh kasus yang bisa dibilang sebagai force majeure untuk menambah pemahaman Anda.
Contoh yang pertama, suatu hari terjadi longsor yang menghancurkan pabrik pemasok sehingga pemasok tidak dapat mengirim barang dan memenuhi tanggung jawabnya. Peristiwa ini termasuk dalam bencana alam yang tidak terduga dan dapat dikendalikan oleh pemasok.
Maka, keadaan ini bisa disebut sebagai force majeure dan pemasok tidak dapat dituntut untuk memberikan ganti rugi.
Contoh yang kedua yaitu terjadi kecelakaan pada truk yang membawa muatan dari pemasok. Kejadian tersebut juga dapat dihitung sebagai force majeure karena peristiwa terjadi di luar kontrol dan tidak bisa diantisipasi.
Pemasok telah beritikad baik dengan memenuhi kewajibannya, tetapi terjadi kecelakaan di luar kendali pemasok pada barang yang disebut dalam kontrak.
Force Majeure dalam Hukum Indonesia
Keadaan ini tercantum dalam beberapa pasal di Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu Pasal 1244 dan Pasal 1255
Dalam KUH Perdata Pasal 1244, disebutkan bahwa “Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian, dan bunga apabila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya, walaupun tidak ada itikad buruk kepadanya.”
Lebih lanjut, daam KUH Perdata Pasal 1245 dijelaskan bahwa “Tidak ada penggantian biaya, kerugian, dan bunga apabila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya.”
Melalui hukum tersebut, dapat dipastikan bahwa debitur tidak diberikan kewajiban untuk mengganti biaya apabila terjadi keadaan kahar.
Force majeure adalah aspek penting yang harus dipahami dalam penulisan kontrak bisnis. Karena itulah, penting bagi Anda untuk memahami tulisan di atas agar bisa menulis kontrak yang baik.
Semoga dengan informasi di atas, Anda jadi lebih memahami isi kontrak dalam perjanjian dan dapat mengambil langkah yang tepat.