Mengulik Implementasi e-Gov di Indonesia, Apa yang Salah?

.

Isi Artikel

Bagikan Artikel Ini :

Mengulik Implementasi e-Gov di Indonesia, Apa yang Salah?
Isi Artikel

Dalam upaya modernisasi layanan publik, Indonesia telah mencoba mengimplementasikan e-Government (e-Gov) dengan tujuan menciptakan pelayanan yang efisien, transparan, dan mudah diakses. 

Namun, perjalanan ini tidaklah mulus. Berbagai tantangan seperti infrastruktur yang belum memadai, rendahnya literasi digital, serta masalah regulasi dan koordinasi antar lembaga menjadi penghambat utama. 

Implementasi e-Gov di Indonesia sendiri sudah dicanangkan sejak lama, melalui Instruksi Presiden No.6 Tahun 2001 tentang Telematika.

Lalu, apa yang sebenarnya menjadi permasalahan atau kendala yang dihadapi selama ini?

Kebijakan Aplikasi E-Gov di Indonesia

Mengutip Nurhakim (2014) dalam “Implementasi E-Government dalam Mewujudkan Transparansi dan Akuntabilitas Sistem Pemerintahan Modern”, kebijakan penerapan e-Government di Indonesia telah mengalami perkembangan sejak awalnya diperkenalkan pada tahun 2001.

Namun, meskipun sudah ada landasan hukum yang kuat seperti Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), implementasi kebijakan ini masih menghadapi sejumlah tantangan. 

Salah satu contohnya adalah upaya pembuatan website resmi oleh lembaga pemerintah pusat dan daerah dalam rangka memberikan layanan publik secara online kepada masyarakat. 

Meskipun sudah ada kemajuan dalam hal ini, masih terdapat masalah, seperti kesulitan akses dan tampilan yang kurang baik, yang menyulitkan masyarakat dalam penggunaannya. 

Dilansir Kompas.com, website pemerintah kerap error dan sulit diakses, sehingga masyarakat kesulitan untuk memperoleh informasi dan layanan yang mereka butuhkan.

Selain itu, tampilan yang jelek juga menjadi masalah, yang dapat mengurangi minat masyarakat untuk mengakses situs web pemerintah.

Keberadaan website pemerintah seharusnya membantu dalam diseminasi informasi kepada masyarakat, tapi masalah-masalah tersebut dapat menyebabkan kesenjangan informasi.

Perlu evaluasi menyeluruh dan tindakan perbaikan yang lebih konkret untuk memastikan bahwa e-Government dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat, secara khusus dalam pelayanan publik.

Jumlah Aplikasi Pemerintahan Indonesia dan Pemborosan Anggaran

Seperti dikutip dari Katadata.co.id, Sri Mulyani, Menteri Keuangan Indonesia, menyampaikan kekhawatirannya terkait jumlah besar aplikasi yang dimiliki oleh pemerintah Indonesia. 

Dalam Festival Ekonomi dan Keuangan Digital Indonesia, 11 Juli 2022, beliau menyoroti lebih dari 24 ribu aplikasi yang kementerian dan lembaga pemerintah miliki.

Beliau menegaskan bahwa situasi ini tidak hanya menciptakan ketidakefisienan tetapi juga pemborosan anggaran pemerintah. 

Sri Mulyani menekankan perlunya integrasi antar aplikasi untuk meningkatkan efisiensi dalam menjalankan tugas pemerintahan. 

Selain itu, beliau juga menyoroti masalah keamanan siber dan menekankan pentingnya peningkatan dalam bidang tersebut. 

Sri Mulyani mengungkapkan dukungan keuangan yang Kemenkeu berikan kepada Kemenkominfo untuk pembangunan infrastruktur digital. Khususnya pembangunan di wilayah Indonesia bagian timur yang masih tertinggal dalam konektivitas internet. 

Dalam hal ini, beliau menyatakan, “Kami akan menggunakan keuangan negara itu memang untuk mentransformasi ekonomi, pemerintah, dan masyarakat menjadi digital,” (11/7/2022).

Baca Juga: Cara Meningkatkan Kinerja PNS secara Terpadu, Ini Strateginya

Index E-Government Indonesia

Indeks E-Government Indonesia menunjukkan peningkatan dalam survei United Nations E-Government Survey 2022. Indonesia naik 11 peringkat ke posisi ke-77 dari sebelumnya di peringkat 88 pada tahun 2020. 

Hasil survei tersebut menilai aspek-aspek seperti Indeks Pelayanan Online (OSI), Indeks Infrastruktur Telekomunikasi (TII), dan Indeks Sumber Daya Manusia (HCI), juga pada Open Government Data. 

Namun, seperti sebelumnya dikutip dari Kompas.com, tak sedikit masyarakat juga yang mengeluhkan soal aksesibilitas dari pelayanan publik berbasis online ini.

Jadi, kira-kira gap apa yang sedang terjadi? Lalu, apa saja yang menyebabkan banyak aplikasi gagal memberikan pelayanan yang memadai?

Penyebab Gagalnya Aplikasi e-Gov

Dalam era digital saat ini, penerapan e-Government di Indonesia dianggap sebagai langkah maju untuk meningkatkan pelayanan publik dan transparansi dalam pemerintahan. Namun, terdapat beberapa tantangan signifikan yang menghambat keberhasilannya. 

Menurut Kumorotomo (2009), dalam karyanya tentang “Kegagalan Penerapan E-Government dan Aktivitas Tidak Produktif dengan Internet,” terdapat tiga masalah utama yang menjadi penghalang dalam implementasi e-Government, di antaranya:

Budaya

Budaya organisasi dan masyarakat seringkali menjadi kendala utama dalam penerapan e-Government di Indonesia. Resistensi dan penolakan terhadap perubahan yang dibawa oleh e-Government masih tinggi.

Hal ini ditunjukkan dengan kurangnya kesadaran dan penghargaan terhadap nilai dan manfaat yang dapat diberikan oleh e-Government. 

Selain itu, adanya sikap enggan berbagi data dan informasi antar instansi pemerintah yang merupakan kunci dari transparansi dan efisiensi pelayanan publik.

Kepemimpinan

Dalam konteks kepemimpinan, konflik antara pemerintah pusat dan daerah seringkali menjadi penghalang dalam harmonisasi kebijakan dan penerapan e-Government di Indonesia. 

Peraturan yang belum selaras dan alokasi anggaran yang tidak memadai juga menjadi masalah. 

Selain itu, kurangnya pembakuan dalam proses dan teknologi yang digunakan berpotensi menghambat integrasi sistem dan efisiensi operasional.

Infrastruktur

Masalah infrastruktur menjadi salah satu hambatan teknis yang paling krusial dalam menerapkan e-Gov di Indonesia. 

Ketimpangan digital antara wilayah perkotaan dan pedesaan, serta infrastruktur teknologi informasi yang belum memadai, menjadi penghalang utama dalam mencapai akses universal terhadap layanan e-Government. 

Selain itu, kurangnya sistem layanan yang dapat diandalkan juga mengurangi efektivitas dan keandalan e-Gov di Indonesia.

Baca Juga: Bahas Tuntas e-Kinerja dan Daftar Institusi yang Menggunakannya

Estonia, Negara yang Berhasil Terapkan e-Gov

Estonia merupakan contoh sukses implementasi e-Government, memanfaatkan momentum kemerdekaannya dari Uni Soviet untuk membangun fondasi digital. 

Keputusan berani untuk tidak mengadopsi sistem telepon analog bekas Finlandia, tetapi membangun infrastruktur digital sendiri, menandai langkah awal Estonia menuju transformasi digital.

Tanpa dana dan kapasitas memadai untuk sistem birokrasi konvensional, Estonia memilih jalur e-Government.

Hal ini memungkinkan pelayanan publik tersedia online 24/7, dengan 99% layanan publik dapat diakses via web tanpa kehadiran fisik di instansi pemerintah.

Inovasi terus berlanjut dengan diperkenalkannya pemilu online pada tahun 2005, menjadikan Estonia pelopor dalam voting digital. 

Keberhasilan ini didukung oleh dua kebijakan utama, E-Identity, yang memberikan setiap warga identitas digital untuk mengakses layanan elektronik, dan X-Road, jaringan yang mengintegrasikan data antar berbagai layanan dan instansi. 

Hal ini memungkinkan pertukaran data yang efisien dan mengurangi redundansi dalam pengurusan administrasi.

Penerapan e-Government di Estonia menawarkan pelajaran berharga bagi negara lain, termasuk Indonesia, tentang pentingnya digitalisasi identitas dan integrasi data antar instansi untuk memudahkan pelayanan publik. 

Walaupun model Estonia tidak bisa langsung diterapkan di Indonesia tanpa modifikasi, dasar-dasar kebijakan digitalisasi dan integrasi data bisa menjadi langkah awal penting untuk transisi ke e-Government.

Manfaat Penerapan E-Gov di Indonesia

Menurut Edwi Arif Sosiawan, dosen Jurusan Ilmu Komunikasi UPN Yogyakarta, ada beberapa manfaat dari pelaksanaan e-gov antara lain:

  1. Mampu memperbaiki kualitas pelayanan pemerintah kepada para stakeholder-nya (masyarakat, kalangan bisnis, dan industri). Terutama dalam hal kinerja efektivitas dan efisiensi di berbagai bidang kehidupan bernegara.
  2. Meningkatkan transparansi, kontrol, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka penerapan konsep Good Corporate Governance (GCG).
  3. Mengurangi secara signifikan total biaya administrasi, relasi, dan interaksi yang pemerintah maupun stakeholder keluarkan untuk keperluan aktivitas sehari-hari.
  4. Memberikan peluang bagi pemerintah untuk mendapatkan sumber pendapatan baru melalui interaksi dengan berbagai pihak yang berkepentingan.
  5. Menciptakan suatu lingkungan masyarakat baru yang dapat secara cepat dan tepat menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi sejalan dengan berbagai perubahan global dan trend yang ada.
  6. Memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra pemerintah dalam proses pengambilan berbagai kebijakan publik secara merata dan demokratis.
  7. Menciptakan masyarakat berbasis komunitas informasi yang lebih berkualitas (indrajid, 2005, 4)

Tentang Penulis

Picture of Benedictus Adithia
Benedictus Adithia

Seorang penulis konten SEO dengan pengalaman luas dalam menulis artikel yang dioptimalkan untuk mesin pencari. Berfokus pada strategi konten yang menarik dan informatif untuk website.

Bagikan Artikel Ini :

Related Articles

Tentang Penulis

Picture of Benedictus Adithia
Benedictus Adithia

Seorang penulis konten SEO dengan pengalaman luas dalam menulis artikel yang dioptimalkan untuk mesin pencari. Berfokus pada strategi konten yang menarik dan informatif untuk website.

Artikel Terbaru