Cuti haid merupakan salah satu jenis cuti untuk pekerja perempuan yang tercantum dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Pekerja perempuan dan laki-laki memiliki perbedaan dari segi fisik, biologis, psikis dan sosio-kultur. Dari segi biologis sendiri, perempuan mengalami siklus menstruasi.
Pengaruh faktor biologis ini kemudian menjadi salah satu pertimbangan adanya cuti haid bagi pekerja perempuan. Namun, apakah hal tersebut masih berlaku? Bagaimana peraturan dan penerapannya di suatu perusahaan?
Yuk kita simak peraturan dan penerapan cuti masa haid!
Baca Juga: Syarat dan Contoh Surat Izin Cuti Haid
Mengenal Cuti Haid Karyawan Perempuan
Cuti haid diberikan kepada pegawai wanita yang mengalami nyeri menstruasi yang mengganggu produktivitas kerja. Berikut ketentuan cuti haid yang perlu diketahui:
- Durasi Cuti Haid: Pegawai wanita berhak mendapatkan cuti haid selama 1 hari setiap bulan, biasanya pada hari pertama atau kedua menstruasi, dan harus disertai surat keterangan dari dokter.
- Kepentingan Cuti Haid: Hak cuti haid tidak dapat diakumulasikan dan akan hangus jika tidak digunakan pada bulan yang bersangkutan.
- Aturan Selama Cuti Haid: Selama cuti haid, pegawai tetap berhak mendapatkan penghasilan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Ketentuan Cuti Haid Sesuai UU Ketenagakerjaan
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah merangkum berbagai hal tentang ketenagakerjaan, mulai dari kewajibannya, hak yang didapatkan pekerja, jaminan yang harus diperoleh hingga hal-hal dasar tentang ketenagakerjaan.
Sesuai dengan undang-undang tersebut menjelaskan bahwa setiap tenaga kerja memiliki kesempatan dan memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi. Sebagai karyawan/pekerja perempuan kita juga memiliki ‘hak pekerja perempuan’.
Dilansir dari complience.id, ada 7 hak pekerja perempuan yang harus dipenuhi. Hak-hak tersebut meliputi hak cuti menstruasi, hak cuti hamil dan melahirkan, hak cuti keguguran, hak menyusui/ memerah ASI, hak BPJS Kesehatan, hak larangan PHK karena alasan menikah, hamil, dan melahirkan serta hak perlindungan keamanan dan kesehatan bagi pekerja perempuan di jam malam. Nah, salah satunya akan dibahas di sini, hak cuti menstruasi bagi pekerja/ karyawan perempuan!
Cuti dalam masa menstruasi di dalam UU Ketenagakerjaan disebutkan pada Pasal 81 yang berbunyi:
pekerja/ buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.
Selanjutnya dalam Pasal 81 ayat 1 UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa untuk pengaturan pelaksanaan ketentuan dari pada pasal 81 diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Perihal pasal dalam undang-undang ini, sempat terjadi kontra saat Omnibus Law muncul sebab dikhawatirkan pemerintah berencana menghapus cuti untuk haid/ menstruasi, namun aturan ini ternyata masih tetap ada dan berlaku hingga sekarang.
Undang-undang ketenagakerjaan yang mengatur tentang cuti pada masa haid masih sebatas dengan ‘pemberian izin’. Peraturan cuti masa menstruasi dan penerapannya tentu dikembalikan kepada perusahaan masing-masing sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat bersama.
Baca Juga: Hari Perempuan Internasional: Berawal dari Tuntutan Jam Kerja & Gaji yang Lebih Baik
Bagaimana Implementasi Cuti Haid di Perusahaan?
Walaupun sudah tertera dalam undang-undang ketenagakerjaan, nyatanya cuti masa haid masih belum maksimal pelaksanaannya di berbagai perusahaan.
Dilansir oleh glints.com menyebutkan bahwa beberapa perusahaan masih ada yang tidak mengizinkan cuti pada masa menstruasi. Jika pun ada, biasanya cuti itu termasuk ke dalam cuti tidak berbayar atau unpaid leave dan atau memotong cuti tahunan.
Penerapan dan pelaksanaan cuti masa menstruasi di perusahaan menjadi belum jelas karena cuti pada masa menstruasi di undang-undang ketenagakerjaan hanya sebatas pemberian izin. Undang-undang tidak menyebutkan keharusan perusahaan untuk mengakomodasi cuti ini, sehingga masih ada perusahaan yang belum menerapkannya.
Dilansir oleh womenlead.magdalene.co, mekanisme masing-masing perusahaan terhadap pemberian cuti juga berbeda-beda, ada yang harus memakai surat dokter, ada yang berupa unpaid leave seperti yang tadi disebutkan, juga ada yang dengan mudah diberikan dan tetap dibayar.
Selain masih kurangnya pemahaman perusahaan terhadap hal ini, ketidaktahuan karyawan perusahaan adanya jenis cuti ini juga menjadi salah satu penyebab kurang maksimalnya implementasi peraturan cuti masa haid.
Beberapa dari karyawan perusahaan memilih menggunakan cuti sakit saat masa menstruasi, padahal cuti sakit dan cuti pada masa haid berbeda.
Perusahaan dan karyawan perempuannya harus sama-sama terbuka mengenai ini, peraturan, perjanjian kerja serta mekanisme pengajuan cuti harus dibicarakan bersama hingga mencapai kesepakatan.
Dengan ini maka diharapkan akan memudahkan proses implementasinya di perusahaan.
Baca Juga: 14 Alasan PHK Karyawan Menurut UU Ketenagakerjaan Terbaru
LinovHR: Manajemen Cuti Karyawan Anda dengan Mudah dan Cepat!
Sebagai salah satu upaya yang harus dilakukan perusahaan untuk memperbaiki pelaksanaan dari peraturan cuti haid, LinovHR punya solusinya!
Salah satu produk dari LinovHR adalah software absensi karyawan. Dalam software absensi ini, LinovHR memiliki menu Leaves yang berfungsi untuk mengatur konfigurasi cuti dari karyawan perusahaan.
Pada menu Leaves di LinovHR, ada banyak yang Anda lakukan seperti mengatur kuota cuti, periode kuota, juga siapa saja karyawan yang berhak menerima cuti. Adanya feature Leave ini tentu memudahkan perusahaan mengatur cuti karyawannya, salah satunya cuti haid.
Perusahaan dapat mengatur siapa saja karyawan yang berhak mendapatkan cuti ini dan bagaimana mekanismenya dengan lebih mudah dan efektif. Karyawan perempuan tidak perlu lagi takut atau ragu untuk mengajukan cuti masa haid dan mendapat hak nya sebagai pekerja perempuan.
Yuk, coba demo gratis LinovHR sekarang juga untuk efisiensi cuti karyawan!