Sebagai Wajib Pajak (WP), karyawan tentunya harus membayarkan pajak penghasilan saat mendapatkan gaji atau upah per bulan. Jumlah pajak penghasilan yang harus dibayarkan sudah dilakukan perhitungan oleh staff payroll di perusahaan masing-masing. Jadi, karyawan tidak perlu pusing untuk menghitungnya.
Namun yang jadi banyak pertanyaan adalah, mengapa masih harus lapor pajak tahunan pribadi walau setiap bulan pajak sudah dipotong dari gaji? Mau tahu penjelasannya selengkapnya? Simaklah artikel di bawah ini!
Alasan Lapor Pajak Tahunan
Terdapat berbagai alasan mengapa orang wajib pajak harus melaporkan pajak tahunannya. Neilmaldrin Noor sebagai Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Kementerian Keuangan menjelaskan bahwa terdapat 3 alasan utama mengapa setiap orang harus tetap lapor pajak tahunan.
Baca Juga : Hitung Pajak Penghasilan Otomatis dengan Aplikasi Perhitungan PPh 21
1. Aturan Undang-Undang
Alasan pertama adalah karena hal tersebut sudah diamanatkan dan tercantum dalam peraturan perundang-undangan. Jadi, setiap warga negara yang sudah memiliki penghasilan dan termasuk ke dalam golongan wajib pajak harus mematuhi aturan tersebut.
Selain itu, terdapat aturan tertinggi yang mengatur perihal kewajiban lapor SPT Tahunan, yaitu Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Beleid tersebut menjelaskan bahwa setiap golongan yang termasuk ke dalam wajib pajak harus mengisi SPT dengan lengkap, jelas, dan benar, serta ditandatangani dan menyampaikannya ke pihak DJP.
2. Lapor Pajak Merupakan Sistem Self-Assessment
Sistem perpajakan memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada Wajib Pajak melalui pelaporan self assessment, yakni Wajib Pajak dapat mendaftarkan, menghitung, menyetor, serta melapor pajak secara mandiri. Sehingga Wajib Pajak tahu berapa persen dan apa saja yang dipotong dari penghasilan mereka. Â
- Mendaftar berarti wajib pajak harus mendaftarkan diri secara mandiri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
- Menghitung memiliki arti bahwa wajib pajak harus menghitung sendiri pajak terutangnya.
- Memperhitungkan yaitu wajib pajak akan memperhitungkan sendiri kredit pajak dengan dengan jumlah pajak terutang sehingga didapatkan hasil pajak kurang atau lebih bayar.
- Menyetor berarti wajib pajak harus menyetor pajaknya secara mandiri.
- Melapor yaitu orang wajib pajak harus melaporkan perhitungan pajak serta penyetoran pajak menggunakan SPT.
SPT merupakan sarana yang digunakan oleh wajib pajak untuk melakukan pertanggungjawaban pelaksanaan hak dan kewajibannya.
3. Perhitungan Pajak dalam Satu Tahun Berbeda
Selanjutnya, alasan mengapa setiap orang harus lapor pajak tahunan karena bisa saja perhitungan pajak dalam satu tahun berbeda-beda. Karena, saat PPh dalam satu tahun pajak dihitung ulang saat akhir tahun, bisa menghasilkan jumlah perhitungan yang berbeda dengan jumlah yang sudah dipotong oleh perusahaan.
Perbedaan dari hitungan tersebut bisa jadi kurang bayar atau lebih bayar. Terdapat dua kondisi yang menyebabkan perbedaan tersebut.
Baca Juga : Menghitung Pajak Penghasilan Karyawan Bersama LinovHR
4. Seorang Karyawan Bekerja di Lebih 1 Perusahaan
Jumlah gaji yang diberikan setiap perusahaan kepada pegawai pastinya berbeda-beda. Maka dari itu, jika terdapat karyawan yang bekerja di lebih 1 perusahaan akan memiliki jumlah PPh yang berbeda.
Karena setiap perusahaan akan menghitung jumlah pajak karyawan tergantung dengan jumlah gaji yang diterimanya. Selain itu, terdapat perhitungan PTKP Ganda. Karena PTKP akan dihitung oleh masing-masing perusahaan.
Perhatikanlah ilustrasi kasus berikut ini:
Bapak Alex (K/2) bekerja di dua perusahaan sekaligus, yaitu di PT Sejahtera dan PT Makmur. Sepanjang tahun 2021, Bapak Alex menerima gaji dari PT Sejahtera sebanyak Rp. 250 juta. Sedangkan dari PT Makmur mendapatkan gaji sebanyak Rp. 350 juta.
Untuk menghitung PPh yang harus dibayar Bapak Alex bisa dilakukan perhitungan seperti di bawah ini.
- Pemotongan PPh di PT Sejahtera
Penghasilan neto | Rp. 80.000.000 |
PTKP (K/2) | Rp. 67.500.000 |
Penghasilan kena pajak | (penghasilan neto – PTKP (K/2)
= Rp. 12.500.000 |
PPh dipotong | 5% × Rp. 50.000.000
= Rp. 2.500.000 |
15% Ă— Rp. 132.500.000
= Rp. 19. 875.000 |
|
Rp. 2.500.000 + Rp. 19.875.000
= Rp. 22.375.000 |
- Pemotongan PPh di PT Makmur
Penghasilan neto | Rp. 350.000.000 |
PTKP (K/2) | Rp. 67.500.000 |
Penghasilan kena pajak | (penghasilan neto – PTKP)
= Rp. 282.500.000 |
PPh dipotong | 5% Ă— Rp. 50.000.000
= Rp. 2.500.000 |
15% Ă— Rp. 200.000.000
= Rp. 30.000.000 |
|
25% Ă— Rp. 32.500.000
= Rp. 8.125.000 |
|
Rp. 40.625.000 |
Jadi total PPh setelah dipotong dari PT Sejahtera dan PT Makmur sejumlah Rp. 63.000.000
- PPh Akhir Tahun Bapak Alex
Penghasilan neto | Gaji PT Sejahtera + Gaji PT Makmur
= Rp. 600.000.000 |
PTKP (K/2) | Rp. 67.500.000 |
Penghasilan kena pajak | Rp. 532.500.000 |
PPh Terutang | 5% Ă— Rp. 50.000.000
= Rp. 2.500.000 |
15% Ă— Rp. 200.000.000
= Rp. 30.000.000 |
|
25% Ă— Rp. 250.000.000
= Rp.62.500.000 |
|
30% Ă— Rp.32.500.000
= Rp. 9.750.000 |
|
Rp. 104.750.000 | |
PPh yang dipotong perusahaan | Rp. 63.000.000 |
Jumlah PPh dibayar | Rp. 41.750.000 |
5. Karyawan Pindah Perusahaan Tetapi Tidak Memberikan Bukti Potong PPh Dari Perusahaan Lama
Jika karyawan pindah kerja ke perusahaan baru tetapi tidak menyertakan bukti potong PPh dari kantor lamanya akan menyebabkan perhitungan pajak berbeda dalam satu tahun.
Jadi saat perusahaan baru sedang menghitung jumlah potongan PPh karyawan tersebut, mereka tidak menghitung jumlah penghasilan karyawan dari perusahaan lama.
Untuk lebih memahaminya, simaklah contoh kasus dibawah ini!
Bapak Yudi seorang pegawai golongan K/2 bekerja di PT Mulya dimulai saat awal Januari 2021. Selama bekerja di PT Mulya, Bapak Yudi menerima gaji atau penghasilan neto sebesar Rp. 150 juta. Lalu di awal Agustus 2021 Bapak Yudi pindah kerja di PT Persada dan diberikan penghasilan neto sejumlah Rp. 250 juta. Tetapi, Bapak Yudi tidak memberikan bukti potong PPh dari kantor sebelumnya.
Jadi jumlah PPh 21 yang harus dibayar Bapak Yudi bisa dilakukan perhitungan berikut ini:
- PPh di PT Mulya
Penghasilan neto | Rp. 150.000.000 |
PTKP (K/2) | Rp. 67.500.000 |
Penghasilan kena pajak | Rp. 82.500.000 |
PPh dipotong | 5% × Rp. 50.000.000
= Rp. 2.500.000 |
15% Ă— Rp. 32.500.000
= Rp. 4.875.000 |
|
Rp. 7.375.000 |
- PPh PT Persada
Penghasilan neto | Rp. 250.000.000 |
PTKP (K/2) | Rp. 67.500.000 |
Penghasilan kena pajak | Rp. 182.500.000 |
PPh dipotong | 5% × Rp. 50.000.000
= Rp. 2.500.000 |
15% Ă— 132.500.000
= Rp. 19.875.000Â |
|
Rp. 22.375.000 |
Total PPh dari kedua perusahaan jadi, Rp. 29.750.000
- PPh Akhir Tahun Bapak Yudi
Penghasilan neto | Gaji PT Mulya + Gaji PT Persada
= Rp. 400.000.000 |
PTKP K/2 | Rp. 67.500.000 |
Penghasilan kena pajak | Rp. 332.500.000 |
Pph terutang | 5% Ă— Rp. 50.000.000
= Rp. 2.500.000 |
15% Ă— Rp. 200.000.000
= Rp. 30.000.000Â |
|
25% Ă— 82.500.000
= Rp. 20.625.000 |
|
Rp. 53.152.000 | |
PPh dipotong perusahaan | Rp. 29.750.000 |
Jumlah Pph dibayar | Rp. 23.375.000 |
Baca Juga: SSE Pajak Ditutup, Begini Cara Bayar Pajak Online melalui DJP Online
Jadi, itulah beberapa alasan kenapa setiap orang harus tetap melakukan lapor pajak tahunan. Alasan di atas tentunya dapat menjadi landasan yang kuat untuk taat lapor pajak tahunan pribadi. Jika Anda tidak melakukan pelaporan, justru Anda akan dikenai denda. Semoga pembahasan di atas dapat membantu Anda!